Pages

Saturday, July 18, 2020

Sayyid Ahmad Marzuqi

*Sayyid Ahmad  Al Marzuqi Al Maliki Rohimahulloh* .       Ulama yang Produktif Menulis Usai Bermimpi Bertemu Nabi SAW.
Penulis :  Misbahuddin - 26 Desember 20180243
BincangSyariah.Com –  .                                                       Ada beragam cara orang untuk mendapatkan inspirasi mereka dalam menulis. Ada yang memeroleh inspirasi mereka melalui dialog dengan sekelilingnya, melalui membaca buku, memahami fenomena politik, ekonomi, budaya, dorongan dari dalam diri manusia sendiri, atau melalui mimpi sebagaimana kebiasaan ulama-ulama dahulu.

Kalau boleh dikatakan, sumber inspirasi ini memiliki dampak cukup signifikan bagi tulisan yang akan tuangkan. Akan berbeda ketika sebuah karya tulis diilhami dari hasil interaksi bersama Rasulullah Saw lewat mimpi dibandingkan dengan karya tulis yang diperoleh melalui perdebatan panjang dan panas terkait isu-isu politik, ekonomi atau yang lainnya.

Al-‘Allamah al-Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Maliki al-Makki adalah ulama yang menyusun karya tulis dibidang akidah, yang berjudul ‘Aqidatul Awwam. Beliau wafat pada tahun 1262 H silam. ‘Aqidatul Awwam sendiri banyak dikaji di pesantren-pesantren di Indonesia, sebuah kitab yang cukup representatif untuk menjelaskan persoalan akidah Ahlus Sunnah wa al-Jamaa’ah.

Di dalamnya dibahas mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat wajib dan mustahil bagi Allah, mengenai rasul-Nya, Malaikat-Nya, hari akhir dan sebagainya.

Yang menarik perhatian penulis dalam hal ini adalah bagaimana Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Maliki terdorong untuk menuliskan karyanya, bagaimana ia termotivasi untuk menuliskan nazham atau bait-bait syair yang menghiasi ‘Aqidatul ‘Awwam.

Dalam mukadimah karyanya, dipaparkan bahwa beliau mendapatkan sebuah mimpi yang kuat sekali mendorong beliau untuk menulis nazham ‘Aqidatul ‘Awwam.

Disebutkan oleh para ulama:
“Sayyid al-Marzuqi al-Maliki suatu ketika memimpikan Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya, mereka semua berdiri mengelilingi Sayyid al-Marzuqi. Kemudian Nabi berkata kepadanya: ‘bacalah manzhumah tauhid, manzhumah yang jika dihafalkan akan mengantarkan seseorang ke dalam surga. Bacaan tersebut sesuai dengan Alquran dan Alsunnah.’

‘Manzhumah apa itu wahai Rasulullah?’ Tanya Sayyid al-marzuqi.

Lalu para sahabat menjawab, ‘Dengarkan saja apa yang akan diucapkan oleh Rasulullah !!!’

Sejurus kemudian Rasulullah Saw mengatakan: ‘Abda’u bismillah wa al-rahman (dengan menyebut nama Allah dan Yang Mahapengasih..’ dan Sayyid al-Marzuqi mengikuti apa yang diucapkan oleh Rasulullah tersebut. Begitu seterusnya sampai pada penhujung bait, wa shuhuf al-khalil al-kalim fiihaa kalaam al-hakam al-‘alim.

Rasulullah Saw pun menyimak apa yang dibacakan oleh Sayyid al-Marzuqi.
Dan ketika terbangun, ajaibnya, Sayyid al-Marzuqi menghafal semua yang didektekan oleh Rasulullah Saw kepadanya.

Pada kesempatan lain, beliau kembali bermimpi bertemu Rasulullah Saw, tepatnya di malam hari menjelang subuh. Dalam mimpinya, Rasulullah memintanya untuk mengulang kembali hafalannya dan disaksikan oleh sahabat-sahabat yang lain yang beridiri mengelilinginya. Dalam setiap bait yang dibaca oleh Sayyid al-Marzuqi tersebut, Rasulullah dan para sahabat mengucapkan ‘Amin’. Kemudian tatkala seluruh bait telah dibacakan Rasulullah menutup mimpi tersebut dengan berdoa.

وفقك الله تعالى لما يرضيه، وقبل منك ذلك، وبارك عليك وعلى المؤمنين، ونفع بها العباد، آمين….

Semoga Allah mencurahkan taufik untuk apa yang Ia ridai dan Allah menerima hafalanmu. Dan semoga Allah memberkahi engkau dan orang-orang yang beriman, serta memberi manfaat dari mandhumah tersebut, amin…

Dari sinilah kemudian kitab ‘Aqidatul ‘Awwam ditulis dan beberapa periode berikutnya banyak syarah atau kitab penjelas dari kitab ini, salah satunya adalah Jala’ al-Afham min syarh ‘Aqidati Awwam.

Mimpi bertemu Nabi agaknya sangatlah istimewa karena tidak semua umat Nabi Muhammad Saw pernah mengalaminya. Ada pancaran berbeda ketika sebuah karya diilhami dari sebuah mimpi benar bertemu Nabi Muhammad Saw dibandingkan dengan karya yang ditulis dari sumber-sumber  lain.

Nabi Muhammad Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhkari, terkait umatnya yang bermimpi tentang beliau.

قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَخَيَّلُ بِي وَرُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ.

“Dari Nabi Saw: barangsiapa yang melihatku dalam tidurnya, sungguh dia telah benar-benar melihatku sebab setan tidak dapat menyerupaiku. Dan mimpi orang yang beriman adalah salah satu dari empat puluh enam tanda-tanda kenabian.”

Selain dari Sayyid al-Marzuqi, terdapat Syekh Syarafuddin Abu ‘Abdillah Muhammad al-Bushiri yang menuliskan bait-bait selawatnya terinspirasi dari mimpi bertemu Nabi Saw, yang kemudian beliau tuangkan dalam kitab Burdatul Madih: al-Qashidah al-Burdah. ( Wallohu A'lam Bishshowab )
: *عقيدة العوام*                                       الشيخ أحمد المرزوقي المالكي
Asy-Syeikh Ahmad Al Marzuqi Al Maliki

Dasar-Dasar Ilmu Aqidah


أَبـْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ وَالـرَّحْـمَنِ    ۞     وَبِـالـرَّحِـيـْمِ دَائِـمِ اْلإِحْـسَانِ
Saya memulai dengan nama Alloh, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan
 kenikmatan tiada
putusnya

فَالْـحَـمْـدُ لِلَّهِ الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ   ۞     اَلْآخِـرِ الْـبَـاقِـيْ بِلاَ تَـحَـوُّلِ
Maka segala puji bagi Alloh Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan

ثُـمَّ الـصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَرْمَـدَ ا          ۞     عَـلَـى الـنَّـبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Alloh

وَآلِهِ وَصَـحْـبِهِ وَمَـنْ تَـبِـعْ     ۞     سَـبِـيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُـبْـتَدِعْ
Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat sasar

وَبَـعْـدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمـــَعْرِفَـهْ         ۞     مِنْ وَاجِــبٍ للهِ عِـشْرِيْنَ صِفَـهْ
Dan setelahnya ketahuilah dengan yakin bahwa Alloh itu mempunyai 20 sifat wajib

فَـاللهُ مَـوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي     ۞     مُخَـالِـفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْـلاَقِ
Alloh itu Ada, Qodim, Baqi dan berbeda dengan makhlukNya secara mutlak

وَقَـائِمٌ غَـنِـيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ     ۞     قَـادِرٌ مُـرِيـْدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ
Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu

سَـمِـيْعٌ الْبَـصِيْـرُ والْمُتَكَلِـمُ    ۞     لَهُ صِفَـاتٌ سَـبْـعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ
Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Alloh mempunyai 7 sifat yang tersusun

فَـقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَـمْـعٌ بَصَـرْ     ۞     حَـيَـاةٌ الْـعِلْـمُ كَلاَمٌ اسْـتَمَرْ
yaitu Berkuasa, Menghendaki, Mendengar, Melihat, Hidup, Mempunyai Ilmu, Berbicara
Dengan ayat kalam-nya

وَ جَـائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وَ عَدْلِهِ     ۞     تَـرْكٌ لِـكُـلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ
Dengan karunia dan keadilanNya, Alloh memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya

أَرْسَـلَ أَنْـبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ     ۞     بِالصِّـدْقِ وَالـتَّـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ
Alloh telah mengutus para nabi yang memiliki 4 sifat yang wajib yaitu cerdas, jujur, menyampaikan (risalah) dan dipercaya

وَجَـائِزٌ فِي حَقِّـهِمْ مِنْ عَـرَضِ ۞     بِغَـيْـرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَـرَضِ
Dan boleh didalam hak Rosul dari sifat manusia tanpa mengurangi derajatnya,misalnya sakit yang ringan

عِصْـمَـتُهُمْ كَسَـائِرِ الْمَلاَئِـكَهْ ۞     وَاجِـبَـةٌ وَفَـاضَلُوا الْـمَـلاَئِكَهْ
Mereka mendapat penjagaan Alloh (dari perbuatan dosa) seperti  para malaikat seluruhnya. ( Penjagaan itu ) wajib  bahkan para Nabi lebih utama dari para malaikat.

وَالْـمُسْـتَحِــيْلُ ضِدُّ كُـلِّ وَاجِبِ         ۞     فَـاحْـفَظْ لِخَمْسِيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ
Dan sifat mustahil adalah lawan dari sifat yang wajib maka hafalkanlah 50 sifat itu sebagai ketentuan yang wajib

تَـفْصِيْـلُ خَمْسَةٍ وَعِشْرِيْـنَ لَزِمْ          ۞    كُـلَّ مُـكَـلَّـفٍ فَحَقِّقْ وَاغْـتَنِمْ
Adapun rincian nama para Rosul ada 25 itu wajib diketahui bagi setiap mukallaf, maka yakinilah dan ambilah keuntungannya

هُمْ آدَمُ اِدْرِيْسُ نُـــوْحٌ هُـوْدٌ مَـعْ        ۞     صَالِـحْ وَإِبْرَاهِـيْـمُ كُـلٌّ مُـتَّبَعْ
Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud serta Sholeh, Ibrahim ( yang masing-masing diikuti berikutnya)

لُوْطٌ وَاِسْـمَاعِيْلُ اِسْحَاقٌ كَــــذَا         ۞     يَعْـقُوْبُ يُوْسُفٌ وَأَيـُّوْبُ احْتَذَى
Luth, Ismail dan Ishaq demikian pula Ya'qub, Yusuf dan Ayyub dan selanjutnya

شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْـيَسَعْ        ۞     ذُو الْكِـفْلِ دَاوُدُ سُلَيْمـانُ اتَّـبَـعْ
Syuaib, Harun, Musa dan Alyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman yang diikuti

إلْـيَـاسُ يُوْنُسْ زَكَرِيـَّا يَحْيَى    ۞     عِـيْسَـى وَطَـهَ خَاتِمٌ دَعْ غَـيَّا
Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Thaha (Muhammad) sebagai penutup, maka tinggalkanlah jalan yang menyimpang dari kebenaran

عَلَـيْـهِـمُ الصَّـلاةُ والسَّـلامُ    ۞     وآلِهِـمْ مـَـا دَامَـتِ اْلأَيـَّـامُ
Semoga sholawat dan salam terkumpulkan pada mereka dan keluarga mereka sepanjang masa

وَالْـمَـلَكُ الَّـذِي بِلاَ أَبٍ وَأُمْ  ۞     لاَ أَكْـلَ لاَ شـُرْبَ وَلاَ نَوْمَ لَهُمْ
Adapun para malaikat itu tetap tanpa bapak dan ibu, tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur

تَفْـصِـيْلُ عَشْرٍ مِنْهُمُ جِبْرِيْـلُ  ۞     مِـيْـكَـائِيْلُ اِسْـرَافِيْلُ عِزْرَائِـيْلُ
Secara terperinci mereka ada 10, yaitu Jibril, Mikail, Isrofil, dan Izroil

مُـنْـكَرْ نَـكِـيْرٌ وَرَقِيْبٌ وَكَذَا    ۞     عَـتِـيْدُ مَالِكٌ وَرِضْوَانُ احْتـَذَى
Munkar, Nakiir, dan Roqiib, demikian pula ‘Atiid, Maalik, dan Ridwan dan selanjutnya

أَرْبَـعَـةٌ مِنْ كُتُبٍ تَـفْصِيْـلُهَا    ۞     تَـوْارَةُ مُـوْسَى بِالْهُدَى تَـنْـزِيْلُهَا
Empat dari Kitab-Kitab Suci Allah secara terperinci adalah Taurat bagi Nabi Musa diturunkan dengan membawa petunjuk

زَبُـوْرُ دَاوُدَ وَاِنْـجِـيْـلٌ عَلَى     ۞     عِيْـسَى وَفُـرْقَانٌ عَلَى خَيْرِ الْمَـلاَ
Zabur bagi Nabi Dawud dan Injil bagi Nabi Isa dan AlQur’an bagi sebaik-baik kaum (Nabi Muhammad SAW)

وَصُحُـفُ الْـخَـلِيْلِ وَالْكَلِيْـمِ  ۞     فِيْـهَـا كَلاَمُ الْـحَـكَمِ الْعَلِيْـمِ
Dan lembaran-lembaran (Shuhuf) suci yang diturunkan untuk AlKholil
(Nabi Ibrohim) dan AlKaliim (Nabi Musa) mengandung Perkataan dari Yang
Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui

وَكُـلُّ مَـا أَتَى بِهِ الـرَّسُـوْلُ     ۞     فَحَـقُّـهُ الـتَّـسْـلِـيْمُ وَالْقَبُوْلُ
Dan segala apa-apa yang disampaikan oleh Rosulullah, maka kita wajib pasrah dan menerima

إِيـْمَـانُـنَا بِـيَـوْمِ آخِرٍ وَجَبْ     ۞     وَكُـلِّ مَـا كَـانَ بِـهِ مِنَ الْعَجَبْ
Keimanan kita kepada Hari Akhir hukumnya wajib, dan segala perkara yang dahsyat pada Hari Akhir

خَـاتِمَةٌ فِي ذِكْرِ بَاقِي الْوَاجِــبِ        ۞     مِمَّـا عَـلَى مُكَـلَّفٍ مِنْ وَاجِـبِ
Sebagai penutup untuk menerangkan ketetapan yang wajib, dari hal yang menjadi kewajiban bagi mukallaf

نَـبِـيُّـنَـا مُحَمَّدٌ قَـدْ أُرْسِلاَ       ۞     لِلْـعَالَمِـيْـنَ رَحْـمَـةً وَفُضِّلاَ
Nabi kita Muhammad telah diutus untuk seluruh alam sebagai Rahmat dan keutamaan diberikan kepada beliau SAW melebihi semua

أَبـُوْهُ عَـبْدُ اللهِ عَبْدُ الْمُطَّلِـبْ ۞     وَهَـاشِمٌ عَبْـدُ مَنَافٍ يَـنْـتَسِبْ
Ayahnya bernama Abdullah putera Abdul Mutthalib, dan nasabnya bersambung kepada Hasyim putera Abdu Manaf

وَأُمُّـهُ آمِـنَـةُ الـزُّهْـرِيـَّـــــهْ         ۞     أَرْضَـعَـهُ حَـلِيْمَـةُ السَّعْدِيـَّهْ
Dan ibunya bernama Aminah Az-Zuhriyyah, yang menyusui beliau adalah Halimah As-Sa’diyyah

مـَوْلِدُهُ بِـمَـكَـةَ اْلأَمِيْـنَـهْ        ۞     وَفَـاتُـهُ بِـطَـيْـبَةَ الْـمَدِيْنَهْ
Lahirnya di Makkah yang aman, dan wafatnya di Toiybah (Madinah)

أَتَـمَّ قَـبْـلَ الْـوَحِيِ أرْبَعِيْنَا      ۞     وَعُمْـرُهُ قَـدْ جَـاوَزَ الـسِّـتِّيْنَا
Sebelum turun wahyu, nabi Muhammad telah sempurna berumur 40 tahun, dan usia beliau 60 tahun lebih

وسـَبْـعَةٌ أَوْلاَدُهُ فَـمِـنْـهُـمُ       ۞     ثَلاَثَـةٌ مِـنَ الـذُّكُـوْرِ تُـفْهَمُ
Ada 7 orang putera-puteri nabi Muhammad, diantara mereka 3 orang laki-laki, maka pahamilah itu

قـَاسِـمْ وَعَـبْدُ اللهِ وَهْوَ الطَّيـِّـــبُ         ۞     وَطَـاهِـرٌ بِـذَيْـنِ ذَا يُـلَقَّبُ
Qasim dan Abdullah yang bergelar At-Thoyyib dan At-Thohir, dengan 2
sebutan inilah (At-Thoyyib dan At-Thohir) Abdullah diberi gelar

أَتَـاهُ إِبـْرَاهِـيْـمُ مِنْ سَـرِيـَّهْ      ۞     فَأُمُّهُ مَارِيـَةُ الْـقِـبْـطِـيَّـهْ
Anak yang ketiga bernama Ibrohim dari Sariyyah (Amat perempuan), ibunya (Ibrohim) bernama Mariyah Al-Qibtiyyah

وَغَـيْـرُ إِبـْرَاهِيْمَ مِنْ خَـدِيْجَهْ   ۞     هُمْ سِتَـةٌ فَـخُـذْ بِـهِمْ وَلِـيْجَهْ
Selain Ibrohim, ibu putera-puteri Nabi Muhammad berasal dari Khodijah,
mereka ada 6 orang (selain Ibrohim), maka kenalilah dengan penuh cinta

وَأَرْبَعٌ مِـنَ اْلإِنـَاثِ تُـذْكَـرُ     ۞     رِضْـوَانُ رَبِّـي لِلْـجَـمِـيْعِ يُذْكَرُ
Dan 4 orang anak perempuan Nabi akan disebutkan, semoga keridhoan Allah untuk mereka semua

فَـاطِـمَـةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِيْ   ۞     وَابـْنـَاهُمَا السِّبْطَانِ فَضْلُهُمْ جَلِيْ
Fatimah Az-Zahro yang bersuamikan Ali bin Abi Tholib, dan kedua putera
mereka (Hasan dan Husein) adalah cucu Nabi yang sudah jelas keutamaanya

فَـزَيْـنَـبٌ وبَـعْـدَهَـا رُقَـيَّـهْ        ۞     وَأُمُّ كُـلْـثُـوْمٍ زَكَـتْ رَضِيَّهْ
Kemudian Zaenab dan selanjutnya Ruqayyah, dan Ummu Kultsum yang suci lagi diridhoi

عَـنْ تِسْـعِ نِسْوَةٍ وَفَاةُ الْمُصْطَفَى       ۞     خُـيِّـرْنَ فَاخْـتَرْنَ النَّـبِيَّ الْمُقْتَفَى
Dari 9 istri Nabi ditinggalkan setelah wafatnya, mereka semua telah
diminta memilih syurga atu dunia, maka mereka memilih nabi sebagai
panutan

عَـائِـشَـةٌ وَحَـفْصَةٌ وَسَـوْدَةُ     ۞     صَـفِـيَّـةٌ مَـيْـمُـوْنَةٌ وَ رَمْلَةُ
Aisyah, Hafshah, dan Saudah, Shofiyyah, Maimunah, dan Romlah

هِنْـدٌ وَ زَيْـنَبٌ كَـذَا جُوَيـْرِيَهْ   ۞     لِلْـمُـؤْمِنِيْنَ أُمَّـهَاتٌ مَرْضِيَهْ
Hindun dan Zaenab, begitu  pula Juwairiyyah, Bagi kaum Mu’minin mereka menjadi ibu-ibu yang diridhoi

حَـمْـزَةُ عَـمُّـهُ وعَـبَّـاسٌ كَذَا     ۞     عَمَّـتُـهُ صَـفِيَّـةٌ ذَاتُ احْتِذَا
Hamzah adalah Paman Nabi demikian pula ‘Abbas, Bibi Nabi adalah Shofiyyah yang mengikuti Nabi

وَقَـبْـلَ هِـجْـرَةِ النَّـبِيِّ اْلإِسْرَا   ۞     مِـنْ مَـكَّـةٍ لَيْلاً لِقُدْسٍ يُدْرَى
Dan sebelum Nabi Hijrah (ke Madinah), terjadi peristiwa Isro’. Dari
Makkah pada malam hari menuju Baitul Maqdis yang dapat dilihat

بَـعْـدَ إِسْـرَاءٍ عُـرُوْجٌ لِلـسَّمَا    ۞     حَتىَّ رَأَى الـنَّـبِـيُّ رَبـًّا كَـلَّمَا
Setelah Isro’ lalu Mi’roj (naik) keatas sehingga Nabi melihat Tuhan yang berkata-kata

مِنْ غَيْرِ كَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْـتَرَضْ     ۞     عَـلَـيْهِ خَمْساً بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ
Berkata-kata tanpa bentuk dan ruang. Disinilah diwajibkan kepadanya (sholat) 5 waktu yang sebelumnya 50 waktu

وَبَــلَّـغَ اْلأُمَّــةَ بِـاْلإِسـْرَاءِ        ۞     وَفَـرْضِ خَـمْـسَةٍ بِلاَ امْتِرَاءِ
Dan Nabi telah menyampaikan kepada umat peristiwa Isro’ tersebut. Dan kewajiban sholat 5 waktu tanpa keraguan

قَـدْ فَـازَ صِـدِّيْقٌ بِتَـصْدِيْقٍ لَـهُ ۞     وَبِـالْـعُرُوْجِ الصِّدْقُ وَافَى أَهْلَهُ
Sungguh beruntung sahabat Abubakar As-Shiddiq dengan membenarkan
peristiwa tersebut, juga peristiwa Mi’raj yang sudah sepantasnya
kebenaran itu disandang bagi pelaku Isro’ Mi’roj

وَهَــذِهِ عَـقِـيْـدَةٌ مُـخْـتَصَرَهْ      ۞     وَلِـلْـعَـوَامِ سَـهْـلَةٌ مُيَسَّرَهْ
Inilah keterangan Aqidah secara ringkas bagi orang-orang awam yang mudah dan gampang

نـَاظِـمُ تِلْـكَ أَحْـمَدُ الْمَرْزُوقِيْ ۞     مَـنْ يَنْـتَمِي لِلصَّادِقِ الْمَصْدُوْقِ
Yang di nadhomkan oleh Ahmad Al Marzuqi, seorang yang bernisbat kepada Nabi Muhammad (As-Shodiqul Mashduq)

وَ الْحَـمْـدُ للهِ وَصَـلَّى سَـلَّمَا  ۞     عَلَـى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّمَا
Dan segala puji bagi Allah serta Sholawat dan Salam tercurahkan kepada Nabi sebaik-baik orang yang telah mengajar

وَاْلآلِ وَالـصَّـحْــــبِ وَكُـلِّ مُرْشِدِ         ۞     وَكُـلِّ مَـنْ بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِي
Juga kepada keluarga dan sahabat serta orang yang memberi petunjuk dan orang yang mengikuti petunjuk

وَأَسْـأَلُ الْكَـرِيْمَ إِخْـلاَصَ الْعَمَلْ        ۞     ونَـفْـعَ كُـلِّ مَنْ بِهَا قَدِ اشْتَغَلْ
Dan saya mohon kepada Allah yang Maha Pemurah keikhlasan dalam beramal
dan manfaat bagi setiap orang yang berpegang teguh pada aqidah ini

أبْيَاتُهَا ( مَـيْـزٌ ) بِـعَدِّ الْجُمَّلِ ۞     تَارِيْخُها ( لِيْ حَيُّ غُرٍّ ) جُمَّلِ
Nadhom ini ada 57 bait dengan hitungan abjad, tahun penulisannya 1258 Hijriah

سَـمَّـيْـتُـهَا عَـقِـيْدَةَ الْـعَوَامِ      ۞     مِـنْ وَاجِبٍ فِي الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ
Aku namakan aqidah ini Aqidatul Awwam, keterangan yang wajib diketahui dalam urusan agama dengan sempurna. ( Wallohu A'lam Bishshowab )

Thursday, July 2, 2020

Among Albani's innovations in the Religion:

1. In his book Adab al-Zafaf he prohibits women from wearing gold jewelry - rings, bracelets, and chains - despite the Consensus of the Ulema permitting it.

2. He claims that 2.5% zakât is not due on money obtained from commerce, i.e. the main activity whereby money circulates among Muslims.

3. He absolutely prohibits fasting on Saturdays.

4. He prohibits retreat (i`tikaf) in any but the Three Mosques.

5. He claims that it is lawful to eat in Ramadan before Maghrib as defined by the Law, and similarly after the true dawn.

6. He compares Hanafi fiqh to the Gospel.1

7. He calls people to imitate him rather than the Imams of the Salaf such as the founders of the Four Schools, and his followers invalidate the hadiths that contradict his views.

8. He prohibits the make-up performance of prayers missed intentionally.

9. He claims that it is permissible for menstruating women and those in a state of major defilement (junub) to recite, touch, and carry the Qur'an.

10. He claims over and over that among the innovations in religion existent in Madina is the persistence of the Prophet's - Allah bless and greet him - grave in the mosque.

11. He claims that whoever travels intending to visit the Prophet - Allah bless and greet him - or to ask him for his intercession is a misguided innovator.

12. He claims that whoever carries dhikr-beads in his hand to remember Allah Most High is misguided and innovating.

13. He invented a location to Allah Most High above the Throne which he named al-makân al-`adamî - "the non-existent place."

14. He claims in Tamam al-Minna that masturbation does not annul one's fast.

15. He published "corrected" editions of the two Sahihs of al-Bukhari and Muslim, which he deceitfully called "Abridgments" (mukhtasar) in violation of the integrity of these motherbooks.

16. He published newly-styled editions of the Four Sunan, al-Bukhari's al-Adab al-Mufrad, al-Mundhiri's al-Targhib wa al-Tarhib, and al-Suyuti's al-Jami` al-Saghir, each of which he split into two works, respectively prefixed Sahih and Da`if in violation of the integrity of these motherbooks.

17. He said: "Many of those who interpret figuratively [the Divine Attributes] are not heretics (zanâdiqa), but they say what heretics say," and "figurative interpretation is the very same as nullification (al-ta'wîl `ayn al-ta`tîl)."

18. He suggests that al-Bukhari is a disbeliever for interpreting the Divine Face as dominion or sovereignty (mulk) in the verse "Everything will perish save His countenance" (28:88) in the book of Tafsir in his Sahih: "Except His wajh means except His mulk, and it is also said: Except whatever was for the sake of His countenance." Albani blurts out: "No true believer would say such a thing" and "We should consider al-Bukhari innocent of that statement."

19. In imitation of the Mu`tazila, tawassul (seeking means), istighâtha (asking for help), and tashaffu` (seeking intercession) through the Prophet - Allah bless and greet him - or one of the Awliyâ' he declared prohibited acts in Islam (harâm) tantamount to idolatry (shirk) in his booklet al-Tawassul as did his friends Bin Baz and those who obey them such as al-Qahtani in al-Wala' wa al-Bara' and others, in flat rejection of the numerous sound and explicit narrations to that effect, such as al-Bukhari's narration of the Prophet - Allah bless and greet him - from Ibn `Umar - Allah be well-pleased with him -: "Truly the sun shall draw so near on the Day of Resurrection that sweat shall reach to the mid-ear, whereupon they shall ask (istaghâthû) help from Adam - upon him peace -, then from Musa - upon him peace - , then from Muhammad - Allah bless and greet him - who will intercede (fa yashfa`u)... and that day Allah shall raise him to an Exalted Station, so that all those who are standing [including the unbelievers] shall glorify him (yahmaduhu ahlu al-jam`i kulluhum)."

20. He denies that the name of the Angel of death is `Azrâ'îl and claims such a name has no basis other than Israelite reports, although `Iyad reports the Consensus on the Umma on it in al-Shifa'.

21. Like the rest of Wahhabi and "Salafi" innovators he declares Ash`aris, Maturidis, and Sufis to be outside the fold of Ahl al-Sunna and even outside the fold of Islam, although Allah Most High and His Prophet - Allah bless and greet him - praised them! Upon revelation of the verse "Allah shall bring a people whom He loves and who love Him" (5:54), the Prophet - Allah bless and greet him - pointed to Abu Musa al-Ash`ari - Allah be well-pleased with him - and said: "They are that man's People."4 Al-Qushayri, Ibn `Asakir, al-Bayhaqi, Ibn al-Subki, and others said that the followers of Abu al-Hasan al-Ash`ari - i.e. Ash`aris who were mostly Sufis - are included among Abu Musa's People for in every place that a people are affiliated to a Prophet, what is meant is the followers of that Prophet. As for Maturidis, they are referred to in the narration of the Prophet - Allah bless and greet him - from Bishr al-Khath`ami or al-Ghanawi with a sound (sahîh) chain according to al-Hakim, al-Dhahabi, al-Suyuti, and al-Haythami: "Truly you shall conquer Constantinople and truly what a wonderful leader will her leader be [Mehmet Fatih Sultan - Allah be well-pleased with him -], and truly what a wonderful army will that army be!" Both the leader and his army were classic Hanafi Maturidis and it is known that Mehmet Fatih loved and respected Sufis, practiced tawassul, and followed a Shaykh. Moreover, enmity against Ash`aris, Maturidis, and Sufis, is nifâq and enmity against the Umma of Islam as most of the Ulema of Islam are thus described.

22. In at least five of his books5 he calls for the demolition of the Green Dome of the Prophet's Mosque in al-Madina al-Munawwara and for taking the Prophet's grave outside the Mosque.

23. He states: "I have found no evidence for the Prophet's - Allah bless and greet him - hearing of the salaam of those who greet him at his grave" and "I do not know from where Ibn Taymiyya took his claim6 that he - Allah bless and greet him - hears the salaam from someone near." This and the previous item are among his greater enormities and bear the unmistakable signature of innovation and deviation.

24. He considers it an innovation to visit relatives, neighbors, or friends on the day of `Eid and prohibits it.

25. He gave the fatwa that Muslims should exit Palestine en masse and leave it to the Jews as it is part the Abode of War (dâr al-harb).

26. He advocates in his Salat al-Nabi - Allah bless and greet him -, the formula "Peace and blessings upon the Prophet" instead of "upon you, O Prophet" in the tashahhud in contradiction of the Four Sunni Schools, on the basis of a hadith of Ibn Mas`ud whereby the Companions used the indirect-speech formula after the passing of the Prophet - Allah bless and greet him -. But the Prophet - Allah bless and greet him - himself instructed them to pray exactly as he prayed saying: "Peace and blessings upon you, O Prophet" without telling them to change it after his death, nor did the major Companions (whose Sunna we were ordered to imitate together with that of the Prophet - Allah bless and greet him -), such as Abu Bakr and `Umar, teach the Companions and Successors otherwise!

27. He prohibits praying more than 11 rak`as in Tarawih prayers on the grounds that the Prophet - Allah bless and greet him - never did and in blatant rejection of his explicit command to follow the Sunna of the well-guided Caliphs after him.

28. He declares that adding more to 11 supererogatory rak`as in the late night prayer (tahajjud) is an innovation rather than an act of obedience on the grounds that the Prophet - Allah bless and greet him - "never ever prayed one hundred rak`as in his whole lifetime"10 although the Ulema agree that there is no prescribed limit to something which the Prophet - Allah bless and greet him - commanded without specifically quantifying it, and he - Allah bless and greet him - said in three authentic narrations: "Know that the best of your good deeds is prayer,"11 "Prayer is a light,"12 and "The night prayer is in cycles of two [rak`as] and when one of you fears the rising of the dawn, let him pray a single one."13 It is also established in many authentic narrations collected by Imam `Abd al-Hayy al-Lacknawi in the second part of his Iqamat al-Hujja `ala anna al-Ikthar min al-Ta`abbudi Laysa bi Bid`a that the Companions and Salaf prayed hundreds if not thousands of rak`as in every twenty-four hours!

29. He considers it an innovation to pray four rak`as between the two adhâns of Jumu`a and before Salat, although it is authentically narrated that "the Prophet - Allah bless and greet him - prayed four rak`as before Jumu`a and four rak`as after it."

30. He declares it prohibited (harâm) and an innovation to lengthen the beard over a fistful's length although there is no proof for such a claim in the whole Law and none of the Ulema ever said it before him.

31. He gives free rein to his propensity to insult and vilify the Ulema of the past as well as his contemporaries. As a result it is difficult to wade through his writings without being affected by the nefarious spirit that permeates them. For example, he considers previous editors and commentators of al-Bukhari's al-Adab al-Mufrad ("Book of Manners"!) "Sinful," "Unbearably ignorant," and even "Liars" and "Thieves." Of one he says: "There are so many weak hadiths [in his choice]... that it is an unislamic practice"; of another: "It is ignorance which must not be tolerated"; of another: "Forgery and open lie... His edition is stolen [from a previous one]."16 Such examples actually fill a book compiled by Shaykh Hasan `Ali al-Saqqaf and titled Qamus Shata'im al-Albani wa Alfazihi al-Munkara al-Lati Yatluquha `ala `Ulama' al-Umma ("Dictionary of al-Albani's Insults and the Heinous Words He Uses against the Scholars of the Muslim Community").

32. He revived Ibn Hazm's anti-madhhabî claim that differences can never be a mercy in any case but are always a curse on the basis of the verse (If it had been from other than Allah they would have found therein much discrepancy (4:82).17 Imam al-Nawawi long since refuted this view in his commentary on Sahih Muslim where he said: "If something is a mercy, it is not necessary for its opposite to be the opposite of mercy. No-one makes this binding and no-one even says this, except an ignoramus or one who affects ignorance." Similarly, al-Munawi said in Fayd al-Qadir: "This is a contrivance that showed up on the part of some of those who have sickness in their heart."

33. He expresses hatred for those who read Imam al-Busiri's masterpiece, Qasidat al-Burda, and calls them cretins (mahâbîl),18 i.e. millions of Muslims past and present including the likes of Imams Ibn Hajar al-`Asqalani, al-Sakhawi, and al-Suyuti who all included it as required reading in the Islamic curriculum.

34. He perpetuates lies if they detract from Ash`aris, such as his remark that Imam Sayf al-Din al-Amidi did not pray,20 although Dr. Hasan al-Shafi`i in his massive biography entitled al-Amidi wa Ara'uhu al-Kalamiyya showed that the story that al-Amidi did not pray was a forgery put into circulation during the campaign waged by Imam Ibn al-Salah against him for teaching logic and philosophy in Damascus.

35. He perpetuates the false claim first made by Munir Agha the founder of the Egyptian Salafiyya Press, that Imam Abu Muhammad al-Juwayni - the father of Imam al-Haramayn - "repented" from Ash`ari doctrine and supposedly authored a tract titled Risala fi Ithbat al-Istiwâ' wa al-Fawqiyya ("Epistle on the Assertion of Establishment and Aboveness").  This spurious attribution continues to be promoted without verification - for obvious reasons - by modern-day "Salafis" who adduce it to forward the claim that al-Juwayni embraced anthropomorphist concepts. The Risala in question is not mentioned in any of the bibliographical and biographical sources nor does al-Dhahabi cite it in his encyclopedia of anthropomorphist views entitled al-`Uluw. More conclusively, it is written in modern argumentative style and reflects typically contemporary anthropomorphist obsessions.

36. He derides the fuqahâ' of the Umma for accepting - in their massive majority - the hadith of Mu`adh ibn Jabal on ijtihâd as authentic then rejects the definition of knowledge (`ilm) in Islam as pertaining to fiqh but claims that it pertains only to hadith, 22 although the Ulema of the Salaf explicitly said that a hadith master without fiqh is a misguided innovator! And he defines the `âlim as "meaning, of course, the `Salafi' `âlim, not the `Khalafi [late Egyptian Shaykh] Ghazali'!"23 Al-Qurtubi said: "One of the knowers of Allah said: A certain group that has not yet come up in our time but shall show up at the end of time, will curse the scholars and insult the jurists"

Wednesday, July 1, 2020


Sunday, June 28, 2020

ULAMA NUSANTARA DAN KEZALIMAN ORIENTALIS , WAHHABI YANG DIASASKAN OLEH MUHAMMAD ABD WAHAB

Saiyid Abdullah Az-Zawawi Mufti Syafi’iyah Mekah

Oleh Syeikh Wan Mohd Shaghir Abdullah (Cucu Syeikh Ahmad al-Fatoni)

RUANGAN Agama Utusan Malaysia minggu lalu telah memperkenalkan seorang ulama Arab yang berasal dari Libya yang sangat besar jasanya terutama di Pulau Pinang. Ulama yang dibicarakan kali ini juga seorang bangsa Arab yang cukup terkenal di dunia Melayu, bahkan secara berantai mulai datuk, ayah, beliau sendiri hingga keturunannya berperanan penting dalam penyebaran ilmu-ilmu Islam di dunia Melayu. Untuk menulis riwayat ini saya gunakan beberapa sumber.

Sumber daripada bahasa Arab ialah tulisan Syeikh ‘Umar Abdul Jabbar yang dimuat dalam Kitab as-Siyar wa at-Tarajim. Sumber bahasa Melayu ialah sebuah risalah judul Kaifiyah ‘Ala Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Mujaddidiyah Al-Ahmadiyah Li Al-‘Allamah Al-Quthub Ash-Shufiyah As-Saiyid Muhammad Shalih Ibnu As-Saiyid Asy-Syarif ‘Abdur Rahman Az-Zawawi (cetakan Mathba’ah al-Ahmadiyah al-Kainah fi Bandar Riau al-Mahrusah al-Mahmiyah, 11 Muharam 1313 H). Selain itu, sumber yang paling penting ialah catatan-catatan (manuskrip) yang saya peroleh dari istana kerajaan Pontianak.

Sumber yang tidak kurang penting ialah wawancara beberapa orang di antaranya keturunan beliau Saiyid Muhammad Yusuf bin Saiyid ‘Ali az-Zawawi (pernah menjadi Mufti Terengganu).

Nama penuh beliau ialah Saiyid Abdullah bin Saiyid Muhammad Shalih bin Saiyid Abdur Rahman az-Zawawi. Lahir 1266 H/1850 M. Saya masih meragui tahun wafat 1343 H/1924 M yang disebut oleh Syeikh ‘Umar Abdul Jabbar, kerana beberapa tahun sesudah tahun itu Saiyid Abdullah az-Zawawi masih berada di Pontianak. Jika diperhatikan tahun lahir tersebut, ia bersamaan dengan tahun lahir Saiyid Abu Bakri Syatha (lahir 1266 H/1849 M). Dengan maklumat ini mudahlah kita menjejaki guru-guru ulama yang diriwayatkan ini.

Apabila kita membicarakan ulama Arab keturunan ‘Saiyid’ yang tersebut pada judul, dapat kita jejaki mulai dari datuknya lagi yang pernah datang ke dunia Melayu. Datuk beliau bernama Saiyid Abdur Rahman az-Zawawi. Dalam sebuah catatan yang diperoleh dari istana kerajaan Pontianak disebutkan bahawa pada tahun 1295 H/1878 M, Saiyid Abdur Rahman az-Zawawi datang di Pontianak mengajar beberapa ilmu dan membaiah Tarekat Naqsyabandiyah.

Anak Saiyid Abdur Rahman az-Zawawi yang bernama Saiyid Muhammad Shalih (lahir 1246 H/1830 M, wafat 1308 H/1890 M) pula pernah datang ke Pulau Penyengat, Riau. Beliau juga mengajar pelbagai ilmu dan sempat membaiah Tarekat Naqsyabandiyah al-Mujaddidiyah al-Ahmadiyah kepada Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi (wafat 1317 H/1899 M), iaitu Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga yang ke-X (Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga yang terakhir).
Syeikh ‘Umar Abdul Jabbar menulis bahawa Saiyid Abdullah az-Zawawi belajar di Madrasah ash-Shaulatiyah, Mekah.

Sebagaimana diketahui dalam sejarah bahawa yang mendirikan madrasah tersebut ialah Syeikh Rahmatullah bin Khalilur Rahman al-Hindi al-‘Utsmani (salah seorang keturunan Saidina ‘Uthman bin ‘Affan). Oleh sebab sudah jelas bahawa Saiyid Abdullah az-Zawawi belajar di madrasah tersebut, maka sudah pasti beliau adalah termasuk golongan murid yang pertama belajar kepada ulama keturunan Saidina ‘Uthman bin ‘Affan r.a itu. Sanad pelbagai ilmu Islam dapat diketahui melalui Syeikh Rahmatullah bin Khalilur Rahman al-Hindi al-‘Utsmani yang banyak dibicarakan dalam pelbagai kitab.

Sumber Arab

Pendidikan Saiyid Abdullah az-Zawawi melalui jalan yang lain pula, terutama dalam ilmu tasawuf dan tarekat, dapat diketahui daripada sumber Arab dan Melayu. Saiyid Abdullah az-Zawawi belajar kepada ayahnya, iaitu Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi. Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi belajar kepada ayahnya, iaitu Saiyid Abdur Rahman az-Zawawi. Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi selain belajar kepada ayahnya juga belajar dengan Saiyid Muhammad Mazhhar al-Ahmadi. Beliau ini belajar dengan Syeikh Ahmad Sa’id al-Ahmadi yang belajar dengan Syeikh Abi Sa’id al-Ahmadi. Syeikh Abi Sa’idbelajar dengan Syeikh Abdullah ad-Dahlawi. Syeikh Abdullah ad-Dahlawi ini adalah ulama yang sangat terkenal terutama dalam bidang ilmu hadis. Selain nama-nama yang tersebut di atas, Saiyid Abdullah az-Zawawi juga belajar dengan beberapa orang ulama di Mekah termasuk juga dengan Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan.

Telah diketahui umum bahawa Saiyid Abdullah az-Zawawi ialah Mufti Mazhab Syafie di Mekah. Hampir-hampir tidak ada orang menceritakan bahawa beliau menduduki beberapa jabatan penting di Makkah ketika beliau belum berpindah ke dunia Melayu. Tetapi Syeikh ‘Umar Abdul Jabbar menulis bahawa pada zaman pemerintahan Syarif Husein di Mekah, Saiyid Abdullah az-Zawawi memegang jawatan sebagai Ketua Majlis Syura, Ketua Majlis Syuyukh dan Ketua ‘Ain Zubaidah. Di samping menyandang kedudukan yang tinggi di Mekah, Saiyid Abdullah az-Zawawi juga giat mengajar. Ramai ulama yang berasal dari dunia Melayu belajar dengan beliau di Makkah yang kemudian menjadi ulama besar yang berperanan penting dalam penyebaran Islam di negeri mereka masing-masing atau tempat-tempat lainnya.

Saiyid Muhammad Yusuf az-Zawawi, salah seorang cicitnya, ketika saya temui di Masjid Negara meriwayatkan bahawa sewaktu Prof. Dr. Snouck Hurgeronje datang ke Mekah dia kagum dengan kehebatan ilmu dua orang ulama. Yang seorang bangsa Arab, iaitu tok Ana (maksudnya diri beliau atau Saiyid Yusuf az-Zawawi, pen:) yang bernama Saiyid Abdullah az-Zawawi. Snouck belum puas kerana yang dimaksudkannya bukan ulama Arab tetapi ulama yang berasal dari dunia Melayu. Dia mencari ulama itu untuk kepentingan bangsanya, bangsa Belanda. Akhirnya, Snouck datang kepada Tok Enta (maksudnya diri saya atau Mohd. Shaghir Abdullah, pen:) iaitu Syeikh Ahmad al-Fathani.

Syeikh Ahmad al-Fathani marah kepada Snouck kerana beliau yakin bahawa Snouck masuk Islam hanyalah sebagai tipu muslihat. Syeikh Ahmad al-Fathani menyuruh Snouck mengucap syahadat. Saiyid Muhammad Yusuf az-Zawawi menutup perbualan bahawa dalam buku Snouck Hurgeronje judul Mecca, cetakan awal dalam bahasa Belanda, terdapat dua keping gambar. Pada bahagian depan ialah gambar Saiyid Abdullah az-Zawawi dan pada halaman berikutnya gambar Syeikh Ahmad al-Fathani. Saiyid Muhammad Yusuf az-Zawawi juga meriwayatkan bahawa kewafatan Saiyid Abdullah az-Zawawi adalah kerana ditembak sewaktu beliau hendak keluar dari rumahnya di Taif.

Hijrah ke dunia Melayu

Menurut tulisan Syeikh ‘Umar Abdul Jabbar, Saiyid Abdullah az-Zawawi pernah mengembara ke India, Semenanjung Tanah Melayu, Indonesia, China dan Jepun tanpa memberikan keterangan yang lengkap tujuan pengembaraan itu. Daripada beberapa informasi yang diperoleh melalui wawancara, kedatangan Saiyid Abdullah az-Zawawi di dunia Melayu adalah sebab beliau membantah fahaman yang beraliran Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab yang sangat terkenal sebagai pencetus fahaman Wahabiyah.

Menurut riwayat, ada beberapa orang ulama terpaksa berhijrah dari Mekah ke dunia Melayu kerana mereka menolak fahaman Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang berpengaruh dalam pemerintahan di Hijaz termasuk Mekah. Antara ulama Mekah yang berhijrah itu termasuk ulama besar Mufti Syafi’iyah Makkah iaitu Saiyid Abdullah az-Zawawi. Saiyid Abdullah az-Zawawi pernah datang ke Johor dan Riau – Lingga, namun atas permintaan Sultan Pontianak beliau meneruskan perjalanannya di Pontianak. Di Pontianak, beliau dilantik sebagai Mufti Kerajaan Pontianak.

Ketika Saiyid Abdullah az-Zawawi berada di Pontianak, orang yang membantu beliau dalam banyak hal terutama dalam berkomunikasi dengan orang-orang Melayu ialah Haji Ismail bin Abdul Majid al-Kalantani, salah seorang murid beliau sejak ketika masih berada di Mekah lagi. Belum dijumpai riwayat yang jelas apakah ulama Kelantan itu datang ke Pontianak ikut bersama-sama gurunya itu berhijrah dari Makkah sebab tekanan pemerintah yang berfahaman Wahabi atau sebab-sebab lain. Yang jelas Haji Ismail bin Abdul Majid al-Kalantani pernah menjadi Mufti Kerajaan Pontianak kemudian daripada gurunya Saiyid Abdullah az-Zawawi.

Syeikh ‘Umar Abdul Jabbar tidak menyebut sesuatu judul penulisan Saiyid Abdullah az-Zawawi. Tetapi ada sebuah karya Saiyid Abdullah az-Zawawi saya peroleh daripada simpanan istana Sultan Pontianak melalui Syeikh ‘Isa asy-Syarwani, salah seorang keturunan ulama besar sahabat Saiyid ‘Abdullah az-Zawawi. Beliau ialah Syeikh ‘Abdul Hamid asy-Syarwani, penulis Hasyiyah Tuhfah Syeikh Ibnu Hajar. Risalah yang ditulis dalam bahasa Arab diberi terjemahan makna bahasa Melayu oleh murid beliau, Haji Ismail bin Abdul Majid al-Kalantani.

Pada halaman depan tertulis: “Ini fatwa daripada as-Saiyid Abdullah ibnu al-Marhum as-Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi jawab soal dari tanah Jawa ghafarallahu lahu Amin, bertarikh 25 Syawal 1330 H.” Diberi keterangan di bahagian bawahnya, “Dicapkan dengan kehendak as-Saiyid Ja’far bin Pangeran Syarif Abdur Rahman al-Qadri Pontianak, Amin Dicapkan pada Mathba’ al-Haji Sa’id bin al-Marhum al-Haji Arsyad, tukang cap dan penjual serba serbi jenis kitab-kitab Arab – Melayu, nombor 82 Jalan Arab Street, Singapura pada 25 Syawal 1330 H oleh Muhammad bin Haji Muhammad Said Basrah Street, nombor 44, Singapura.”

Kalimat terakhir dicatatkan, “Diharap kepada ahli al-ilmi yang memandang segala makna yang tergantung ini sekiranya jika ada salah dan terang salahnya mintalah dibetulkan supaya jangan jadi panjang kesalahannya.” Selanjutnya disebut Ismuhu al-faqir ilallah nail al-amani Ismail bin Abdul Majid al-Kalantani.

Kandungan Risalah Fatwa Saiyid Abdullah az-Zawawi membicarakan suara dalam piring hitam. Yang diutamakan adalah mengenai hukum ayat-ayat atau surah-surah al-Quran yang dimuat dalam piring hitam. Atau dalam perkembangan sekarang seperti kaset, cakera padat dan lain-lain. Sebagai contoh terjemahan bahasa Melayu yang digunakan adalah seperti berikut, “telah zahir satu alat yang bercakap dengan huruf dengan berlagu dan pantun-pantun yang bersalah-salahan, berlagu-lagu dan menjerit.

Dan ada zahir pada setengah-setengah lauhnya yang dinamakan piring itu rekod namanya bacaan Quran dan bang. Dan jadilah ia berpanjangan pada tiap-tiap pasar, dan pada tiap-tiap perkumpulan, dan pada tiap-tiap kedai kopi. Dan dijualkan dia pada tiap-tiap toko (kedai) dan kebanyakan yang menjual itu bangsa Nasrani dan Majusi (China), dan lain daripada mereka itu….”

- Utusan 2006 -
Kenapa wahabi tak termasuk dlm "Wal Jamaah"?

'Ahli Sunnah' ialah kita mengikuti sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, manakala 'Wal Jamaah' ialah kita mengikuti para sahabat, tabiin, tabi tabiin, imam2 mazhab, para ulama yg mengikuti mereka sampai hari kiamat.

Ini bermakna ASWAJA itu merangkumi generasi para sahabat, tabiin, tabi tabiin, para imam mazhab, imam2 hadith (salaf) dan para ulama yg mengikuti mereka sehingga hari kiamat (khalaf) yg mana semua mereka mengikuti apa yg diajarkan oleh baginda Nabi صلى الله عليه وسلم. Salaf dan khalaf itu berkesinambungan yg tidak terpisah antara satu sama lain. Itulah ASWAJA.
ASWAJA mempunyai disiplin ilmu yg kukuh utk dipelajari bagi memahami agama yg dibawa oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.

Manakala golongan wahabi yg biasa didengar, mereka claim diri mereka sbg Salafiyyah. Mereka kata mereka hanya ikut golongan salaf saja. Dengan dakwaan sedemikian, dengan sendirinya mereka telah keluar daripada mengikuti golongan khalaf. Sanad pengajian mereka terputus krna tidak mau ambil ilmu daripada ulama khalaf. Oleh itu, di mana lagi kesesuaian utk kita mengatakan mereka ini ASWAJA?

Berdasarkan perkara ini, di mana 'wal jamaah'nya Wahabi?
 Sebab itulah tidak sesuai bagi pihak yg berpandangan bahawa wahabi termasuk juga ASWAJA sbab mereka bukanlah ASWJA, tetapi mereka golongan terpencil yg cuba utk mengambil alih nama 'ASWAJA' utk diletakkan kpd mereka, sedangkan mereka bukanlah golongan Sawad al-A'zam.

Berhati-hatilah dgn fitnah akhir zaman. Ianya umpama semut hitam yg amat kecil yg tidak kelihatan oleh mata kasar, melainkan mereka yg diberikan petunjuk bagi mengikuti jalan yg benar.

#Just Stay At Home.

Wallahua'lam.

By : Srikandi Aswaja.

Saturday, June 27, 2020

Muhammad Abdul Wahhab Dalam Era Tajdid Se-Dunia Kurun-18

1. Penentuan mengenai baik tidaknya Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab (1703-1792), iaitu mengenai fakta pembasmiannya terhadap "syirik dan bid'ah" dan peranannya sebagai "mujaddid" telah ditulis dengan amanah oleh para ulama Islam berdasarkan metodologi ilmu Islam, antaranya daripada maklumat orang-orang Islam yang hidup sezaman dengannya.

2. Malangnya, banyak daripada penulisan-penulisan tersebut tidak diketengahkan. Setakat ini, Ustaz Muhammad Fuad Kamaluddin di dalam bukunya Wahabisme Dari Neraca Syara' telah meyenaraikan 101 tajuk di dalam bahasa Arab yang ditulis oleh para ulama Islam mengenai dan berkaitan Ibn Abdul Wahhab dan ajarannya di mana antara penulis-penulis itu hidup sezaman dengan Ibn Abdul Wahhab atau di zaman pertumpahan darah ketika pengikut-pengikut Ibn Abdul Wahhab memerangi umat Islam di Hijaz.

3. Catatan Ustaz Zaidi Abdullah di dalam bukunya, Pegangan Sejati Ahli Sunnah Wal-jamaah: Satu Keluhuran Dan Kemurnian Pegangan Hidup di dalam bab Faktor-Faktor Syubhah daripada halaman 35 hingga 44 boleh juga dijadikan panduan awal untuk mengesan maklumat-maklumat terawal mengenai Ibn Abdul Wahhab daripada perspektif para ulama tersohor yang hidup sezaman dengannya. Kertas kerja Tuan Haji Zaidi Hasan bertajuk Penjelasan Tentang Kekeliruan Terhadap Kertas Kerja Muhammad Ibn Abdul Wahhab Pro dan Kontra juga memberikan pendedahan yang saksama terhadap fenomena Ibn Abdul Wahhab.

4. Memang sungguh terkilan rasanya apabila saya menemui hakikat bahawa zaman kemunculan "dakwah" Ibn Abdul Wahhab merupakan zaman di mana Linggi dan Melaka bertempur dengan Belanda (1756-1758) manakala Yamtuan Muda Riau ke 4, Raja Haji (1777-1784) daripada kerajaan Johor-Riau yang merupakan kelangsungan kerajaan Melaka gugur syahid dengan badik di satu tangan dan kitab Dalailul Khayrat di tangannya yang lain di Teluk Ketapang, Melaka.

5. Riau diserang Belanda yang mulanya ketewasan 6 buah kapal, dengan diikuti pula oleh 17 kapal kecil yang diketuai oleh kapal besar Malakka's Velvaren pimpinan Arnoldus Lemker selama 9 bulan, sehingga Sultan Ibrahim Selangor dan Rembau datang membantu Riau. Kapal Malakka's Velvaren meletup sehingga mengorbankan semua anak kapal menyebabkan Belanda berundur ke Melaka. Tragisnya, Raja Haji bersama-sama Sultan Ibrahim yang membuat serangan offensive kecundang juga setelah penjajah Belanda dibantu dengan tambahan kekuatan kapal-kapal besar Utrecht dan Princess Louisa dari Betawi.

6. Di dalam kurun ke 18 Masehi hingga ke kurun yang berikutnya, Syeikh Abdul Samad Al-Palembani (c. 1710-1829/1244) yang mendukung tarikat Khalwatiyah dan Sammaniyyah melalui gurunya Syeikh Muhammad Abdul Karim al-Samman (w. 1776), setelah dimaklumkan oleh saudaranya, Syeikh Abdul Qadir Mufti Kedah; bersama-sama dengan Tunku Muhammad Saad dan Dato' Kama Jaya bertempur dengan Siam yang melanggar Kedah di mana berlaku pertempuran di Alor Ganu, Haadyai dan Singgora sehingga Syeikh Abdul Samad sendiri gugur syahid di Singgora manakala Tunku Muhammad Saad dan rakan-rakannya yang lain terpaksa berundur ke Pulau Pinang.

7. Syeikh Abdul Samad bukan sekadar beribadat dan beratib khusus tetapi telah juga menulis Nasihat al-Muslimiina wa-Tadzkirat al-Mu'minina fi-Fadhaail al-Jihad wa-Karamat al-Mujahidina fi-Sabilillaah pada 1819/20 iaitu ketika meletus peperangan Belanda dengan kerajaan Palembang atau 1829 bahkan telah membuktikan sikapnya yang beramal dengan ilmu dengan penglibatannya di dalam kancah peperangan-perangan menentang pencerobohan Belanda dan Siam.

8. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fattani (1769-1847) juga pulang ke Nusantara untuk misi jihad menentang Siam (1832) tetapi terpaksa berundur ke Pulau Duyung Terengganu, dan akhirnya kembali ke Makkah sebagai buruan politik Siam di samping menulis berpuluh-puluh tajuk buku termasuk Furu' ul-Masaail, Bughyatut Tullab, Jawahir al-Saniyyah dan Muniyatul Musalli yang terkenal itu.

9. Dan tragis sekali bahawa telah ada percubaan untuk membongkar kubur Syeikh Daud oleh pengikut-pengikut ajaran Muhammad Abdul Wahhab ketika mereka menguasai Hijaz untuk kali ketiga di awal abad ke 20 Masehi sehingga jenazah Syeikh Daud yang ditakdirkan masih utuh dipindahkan daripada Taif ke Makkah oleh anak saudaranya, Syeikh Ismail Dawud Al-Fattani yang juga dikenali sebgai Nik Mat Kecil, pengarang Matlaul Badrain.

10. Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1710-1812) pula setelah menekuni ilmu di Hijaz, pulang ke Banjar, Kalimantan setelah singgah di Batavia (1773/1186), berkhidmat dengan Kesultanan Banjar Inderagiri Kalimantan dengan membina satu tamaddun Islam yang mantap di bawah naungan Sultan Tamhidullah (1778-1808).

11. Di zaman itu juga, Sultan Muhammad Fattani (perintah 1776-1786) menerima ancaman daripada General Chakri kerana melindungi pelarian daripada Singgora di mana 15,000 daripada 90,000 umat Islam Pattani melarikan diri ke Kuala Muda, Kedah (1778) dan Sultan Abdullah Mukarram Syah (1778-1789) juga di beri amaran supaya tidak melindungi mana-mana pelarian Islam Pattani. Rama I Tibodi menakluk Pattani pada 1786 diikuti dengan gugur syahidnya Sultan Muhammad dengan diikuti oleh pemberontakan Tengku Lamdin (1789-1791) dan Dato' Pengkalan (1809).

12. Datok Syahbandar di bawah perintah Sultan Mansur Syah I Trengganu (1733-1793) terpaksa meminta bantuan Francis Light di Pulau Pinang untuk melindungi Trengganu daripada gangguan Siam kerana kejamnya Siam dengan penggunaan gajah untuk memijak-mijak umat Islam.

13. Di benua kecil India, Nawab Bengal Sirajud-Daulah bertempur dengan Robert Clive hingga ke titisan darah terakhir di dalam Battle of Plassey (1757) yang memulakan era baru British di India dan pada 1762, British merampas kepulauan Filipina yang diduduki oleh orang-orang Islam daripada penguasaan kerajaan Sepanyol.

14. Ketika semua itu berlaku, Muhamad ibn Abdul Wahhab di Semenanjung 'Arab dengan semboyan "membasmi syirik dan bid'ah" telah membuat pakatan dengan 'Amir Muhammad Ibn al-Sa'ud (perintah 1737-1765) pada 1746. Pendukung-pendukung Amir Ibn al-Sa'ud dengan semangat ajaran Ibn Abdul Wahhab menundukkan al-'Uyainah pada 1749 dengan membunuh Qadi 'Uthman Muamar. Syeikh Sulaiman Abdul Wahab, abang kepada Muhamad ibn Abdul Wahhab memimpin ketumbukan kecil di Huraimila untuk menentang tentera Wahhabi, tetapi gagal lalu lari menyelamatkan diri ke Sudair (1750). Amir Abdul Aziz al-Sa'ud (perintah 1765-1803) menguasai Riyadh (1773) dan menyerang Syammar dan Mutair yang dikuasai oleh 'Amir Makkah (1787).

15. Umat Islam di bawah pimpinan Syarif Ghalib Ibn Mus'id bertempur lagi dengan Ibn Sa'ud ( 1790). Pertempuran-pertempuran berlanjutan sehingga selepas kewafatan Ibn Abdul Wahhab (1792) seperti penaklukan al-Ahsa yang sebelumnya di bawah Uthmaniyyah (1793) dan pertempuran dengan Syarif Nasr ibn Yahya yang diutus Syarif Ghalib ( 1795). Segala peperangan yang berlaku di awal abad ke 19 berikutnya telah menyumbang sama kepada keruntuhan Khilafah Uthmani yang tenat dengan banyak permasalahan seperti peperangan melawan Russia (1768-1774 dan 1787-1792) di mana Crimea dan pantai utara Laut Hitam dirampas oleh Russia di bawah pemerintahan Ratu Catherine, pemberontakan Janissari di Belgrade, persoalan politik di Mesir dan pencerobohan British untuk merampas Dardanalles.

16. Sehingga kini, ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab giat menghapuskan kesan-kesan sejarah yang tidak ternilai di mana di zaman awal kemunculan mereka, hampir-hampir kubah hijau di atas kubur jasad manusia yang paling suci SAW pun mahu dibinasakan oleh segolongan badui-badui liar.

17. Memang aneh sekali di zaman kita ini bahawa di antara maklumat yang diguna pakai untuk memuji Ibn 'Abdul Wahhab dikutip daripada penulisan seorang sejarawan non-Muslim, Lothrop Stoddard seperti yang dinukil oleh Dr. Azzam Tamimi (di dalam kertas kerja Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab: From 18th Century Revivalism to 21st Century Activism) dan Dr Mahmud Daud (di dalam buku Tokoh-Tokoh Pemikir Islam Jilid Satu yang diulang nukilannya di dalam kertas kerjanya berjudul Muhammad Abdul Wahhab Pro dan Kontra).

18. Sebagai perbandingan tamaddun, abad ke-18 Masehi merupakan abad bermulanya Revolusi Industri (1760an) di Britain. Penduduk dunia pada 1750 dianggarkan seramai 731 juta. Perkembangan tamaddun dan peristiwa utama dunia serentak dengan era keaktifan "dakwah" Muhammad ibn Abdul Wahhab di Jazirah Arab adalah antaranya: penubuhan Universiti Berkley (1740); penemuan pig iron oleh Cort di Lancaster (1740); pengklasifikasi penyakit (nosologi) kepada empat bahagian utama: pyrexiae, atau penyakit-penyakit febril; neuroses, atau penyakit-penyakit urat saraf (nervous); cachexiae, iaitu penyakit-penyakit yang yang berpunca daripada tabiat buruk tubuh badan; dan locales, atau penyakit-penyakit tempatan oleh Dr. Cullen (1710-1790); pemisahan obstetrik daripada monopoli para bidan dan permulaannya sebagai salah satu cabang perubatan tersendiri oleh pakar obstetrik, pendidik dan penulis bidang perubatan Dr Hunter (1746); ujikaji mengenai tenaga elektrik daripada halilintar yang nekad serta berani oleh Benjamin Franklin (1746) yang hidup di antara 1706-1790; kejadian gempa bumi dan Tsunami di Lisbon, Portugal (1755), Seven Years War (1756-1763), Jean Jacques Rousseau dengan penerbitan Social Contract nya di negara Perancis (1760); pemodenan dan perluasan Russia oleh Ratu Catherine yang Agung (1762-1796); penciptaan kronometer marin yang membolehkan pelayar-pelayar mengukur longitud di laut oleh horologis Inggeris, Foulby Harrison (1693-1776); insuran nyawa pertama dikeluarkan di Philadelphia (1761); kemunculan teori baru di dalam ilmu kimia dan penemuan peranan oksigen dan perkaitan di antara oksidasi dengan respirasi oleh Antoine Lavoisier (1762); Sir William Blackstone mula menulis Commentaries on the Laws of England yang sangat masyhur itu (1765); pemisahan gas hidrogen untuk pertama kalinya oleh Henry Cavendish (1766), penjelajahan pantai timur Australia oleh James Cook (1768); penyempurnaan enjin stim oleh James Watt (1769), "spinning jenny" ciptaan James Hargreaves dan spinning frame untuk memudahkan penenunan kapas ciptaan Richard Arkwright mula digunakan di kilang-kilang tekstil di utara England (1764-1769); paderi dan saintis British, Joseph Priestley menemui oksigen (1774); Revolusi Kemerdekaan sebuah negara yang hari ini menjadi sebuah kuasa besar (1775-1783); penyempurnaan sebuah buku mengenai industrialisasi baru dan ekonomi, Inquiry into the Wealth of Nations yang memberi kesan besar kepada polisi Kewangan British oleh Adam Smith (1776) ; Common Sense di sempurnakan oleh Robert Paine (1776); ujian belon udara pertama yang menjurus kepada penerokaan tamaddun dimensi ketiga oleh Montgolfier bersaudara di Paris (1783) yang menjadi perintis kepada penggunaan belon udara untuk aerial reconnaissance dalam peperangan oleh orang-orang Perancis, ujikaji-ujikaji oleh Alessandro Volta (1745-1827) dan Luigi Galvani (1737-1798) yang menjurus kepada penemuan bateri elektrik di Italy, Revolusi Perancis (1789-1795); dan penyempurnaan buku The Art of Boxing yang memaparkan rahsia-rahsia kelicikan seorang pejuang Yahudi oleh Daniel Mendoza (1789) dan peristiwa Jewish Emancipation di negara Perancis pada 1791.

19. Di dalam zaman tersebut juga, Syeikh Syihabuddin al-Haji ibn Abdullah al-Jawi menyempurnakan Syarh 'Aqidat il-Iman pada 1748, Syeikh Muhammad Zain bin al-Faqih Jalaluddin Aceh menyelesaikan Bidayat ul-Hidayah di Makkah pada 1756, Syeikh Abdul Samad Al-Palembani menyempurnakan sebuah buku di dalam ilmu tawhid, Zahrah al-Muriid fi Bayaan Kalimat il-Tawhid pada 1764, Siyar al-Saalikiin pada 1788 manakala Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari menulis Tuhfat ul-Raaghibiin fi Bayaan Haqiiqat Iman il-Mu'munin wa maa Yufsiduhu fi Raiddat il-Murtaddin pada 1774 atas permintaan Sultan, yang sekali gus menyangkal dakwaan Dr. Abdullah Yasin di dalam kertas kerjanya bertajuk Gejala Syirik & Masalah Kepercayaan Umat Islam: Satu Pendedahan dan Pemurnian bahawa "Para pendakwah di Nusantara pada umumnya memberi penekanan kepada persoalan ibadah dan akhlak, bukan mengutamakan persoalan akidah sebagaimana dakwah Rasulullah saw."

20. Di samping itu semua, terlalu ramai para ulama Islam muktabar yang hidup sezaman dengan Ibnu 'Abdul Wahhab dengan segala sumbangan mereka kepada tamaddun keilmuan Islam di dalam segala bidang seperti Syeikh Muhammad Al-'Abdali (w. 1747), Syeikh Mustafa Al-Bakri (1687-1749), Syeikh al-Madabighi (w. 1756), Syeikh Muhammad Ibn Sulaiman Al-Kurdi (1715-1780), Imam Abdullah Bin Muhammad Bin 'Amir al-Syubrawi (1724–1757), Syeikh Muhammad Salim al-Hifni (1689-1757), Syeikh al-Sayyid Muhammad Al-Balidi (1684-1762) yang merupakan seorang tokoh terkemuka Mazhab Malik dan al-'Asya'irah, Syeikh Muhammad ibn Mustafa ibn Kamaluddin Al-Bakri (1730-1781), Syeikh al-Sayyid Muhammad Murtada Al-Zabidi Al-Husayni (1732-1791), Syeikh Abdullah al-Syarqawi (1737-1812), Syeikh Abdul Rahman bin Muhammad Al-Kuzbairi Al-Shaghir (1771-1846) yang merupakan guru kepada Syeikh Al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (1817-1886), Syeikh Muhammad Al-Safarini al-Hanbali (w. 1775), Syeikh Muhammad Al-Munayyar Al-Khalwati (1688-1785) yang merupakan Masyakhat al-Azhar bermazhab Syafi'i yang pertama, Syeikh Ghulam 'Ali Azad Al-Baljarami (1698-1786), Syeikhul Islam Al-Syeikh al-Dardir al-'Adawi (1715-1786), Syeikh Ahmad al-'Arusi (w. 1794), Al-Sayyid Ahmad bin Idris Al-Fasi (1757-1837), Mufti Zabid, Sayyid 'Abdul Rahman ibn Sulayman al-Ahdal (1765-1839) dan Syaykh Ibrahim Al-Bajuri (1785 - 1860).

21. Yang saya nukilkan ini cuma secebis daripada apa yang para penyelidik yang ikhlas dan tidak bertaklid buta terhadap mana-mana tokoh yang dianggap sebagai "mujaddid" yang saudara-saudara boleh temui dan sudah tentu masih bertimbun maklumat yang ada tetapi belum ditonjolkan. Satu perkara yang cukup menarik ialah bahawa nama Muhammad ibn Abdul Wahhab pun tidak di sebut sebagai di antara ulama mazhab Hanbali tersohor di dalam kitab al-Suhub al-Wabilah yang di karang oleh Ibnu Humaid, seorang mufti mazhab Hanbali.

22. Jika peminat-peminat Muhammad ibn Abdul Wahhab merasa tersentak, saya juga sedemikian apabila menemui maklumat-maklumat yang saya temui bertaburan seperti yang saya ketengahkan di atas kerana sebagaimana rakan-rakan satu generasi yang terlibat dengan fenomena kebangkitan Islam semenjak akhir 70'an lagi, Muhammad ibn Abdul Wahhab memang saya sinonimkan dengan fenomena tajdid dan islah.

Wallahu A'laam

Ustaz Ismail Ahmed
9 Oktober 2007

P/S  : Puas membaca sejarah yang mana sepatutnya dinamakan tajdid oleh para ulamak dan tafsid yang dilakukan Muhammad Abdul Wahhab yang sehingga kini diikuti oleh para pengikutnya.

Thursday, June 25, 2020

FATWA DAR IFTA MISRIYYAH PASAL ZIKIR "ALLAH ALLAH"

Ni untuk yang pandai Bahasa Arab. Fatwa ni tahun 2014 lagi.

التاريخ : 26/08/2014
الســؤال

ما معنى الذكر، وهل يجوز أن نذكر الله باسم مفرد من أسمائه فقط، كأن نقول مثلًا: "الله الله" أو "الرحمن الرحمن"؟
الجـــواب

الذِّكْر لغة: مصدر ذكَر الشيء يذكره ذِكْرًا وذُكْرًا، قال العلامة ابن فارس: ذَكَرْتُ الشيءَ، خلافُ نسِيتُه، ثم حُمِلَ عليه الذِّكْر باللِّسان، ويقولون: اجعلْه منك على ذُكْرٍ، بضم الذَّال، أي لا تَنْسَه. اهـ. ينظر: "معجم مقاييس اللغة" (2/ 358، مادة: ذ ك ر، ط. دار الفكر).

وقال صاحب "مختار الصحاح" (1/ 112، ط. المكتبة العصرية): [الذِّكْرُ، والذِّكْرى، والذُّكْرةُ: ضد النسيان، تقول: ذكرته ذكرى غير مجراة، واجعله منك على ذُكْرٍ، وذِكْرٍ، بضم الذال وكسرها، بمعنًى، والذِّكْرُ: الصيت والثناء، قال الله تعالى: ﴿وَالْقُرْآنِ ذِي الذِّكْرِ﴾ أي ذي الشرف] اهـ.
والذكر يأتي في اللُّغة لمعانٍ:

الأوَّل: الشَّيء يجري على اللِّسان، أي ما ينطق به، يقال: ذكرت الشَّيء أذكره ذِكْرًا وذُكْرًا: إذا نطقت باسمه أو تحدَّثت عنه، ومنه قوله تعالى: ﴿ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا ﴾ [مريم: 2].

والثَّاني: استحضار الشّيء في القلب ضدُّ النِّسيان؛ قال تعالى حكايةً عن فتى موسى عليه السلام: ﴿وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ﴾ [الكهف: 63].

قال العلامة الراغب في "المفردات" (1/ 328، ط. دار القلم): [الذِّكر تارةً يراد به هيئة للنّفس بها يمكِّن الإنسان أن يحفظ ما يقتنيه من المعرفة، وهو كالحفظ، إلَّا أنَّ الحفظ يقال اعتبارًا بإحرازه، والذِّكر يقال باعتبار استحضاره، وتارةً يقال لحضور الشَّيء القلب أو القول. ولذلك قيل: الذِّكر ذكران: ذِكر بالقلب، وذِكر باللِّسان، وكلُّ واحدٍ منهما ضربان: ذِكر عن نسيانٍ، وذِكْر لا عن نسيانٍ، بل عن إدامة حفظٍ. وكلُّ قولٍ يقال له ذكر] اهـ.

أمَّا في الاصطلاح: فيستعمل الذكر بمعنى ذِكر العبد لربِّه عزَّ وجلَّ، سواء بالإخبار المجرَّد عن ذاته، أو صفاته، أو أفعاله، أو أحكامه، أو بتلاوة كتابه، أو بمسألته ودعائه، أو بإنشاء الثَّناء عليه بتقديسه وتمجيده وتوحيده وحمده وشُكره وتعظيمه.

ويستعمل الذِّكر اصطلاحًا بمعنًى أخص من ذلك؛ فيكون بمعنى إنشاء الثَّناء بما تقدَّم دون سائر المعاني الأخرى المذكورة. ويشير إلى الاستعمال بهذا المعنى الأخص قوله تعالى: ﴿إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ﴾ [العنكبوت: 45]، وقول النبي صلى الله عليه وآله وسلم فيما يرويه عن اللّه تعالى: «مَنْ شَغَلَهُ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ» أخرجه الطبراني في "الدعاء"، فجعلت الآية الذِّكر غير الصلاة على التّفسير بأن نهي ذكر الله عن الفحشاء والمنكر أعظم من نهي الصلاة عنهما، وجعل الحديث الذِّكر غير تلاوة القرآن، وغير المسألة وهي الدّعاء.

وذكرُ الله تعالى بجميع صيغه دواءً لأمراض القلوب وعلل النفوس، وصِيَغ الأذكار كثيرة متنوعة، منها الوارد عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم، ومنها الوارد عن الصحابة والتابعين والعلماء والعارفين، ولكل صيغة تأثير قلبي خاص ومفعول نفسي معين، ومن صيغ ذكر الله: الذكر باسم من أسمائه: مفردًا، كأن نقول: "الله الله"، أو "اللطيف اللطيف"، وكذا ذكره باللفظ المضمر وهو قول "هو"، والذكر بهذه الصيغ جائز وليس بدعة.

أما الذِّكر باللفظ المفرد المضمر: فالعلماء يقسِّمون الاسم إلى نكرة ومعرفة، ويجعلون المعارف سبعة أنواع، منها الضمير، ويقول النحويون: إن الضمير أعرف المعارف، فالمعارف كلها مبناها على التعيين والتخصيص، والضمير أشدُّها تخصيصًا فهو أخص وأعرف من العلم.

فالأعلام ليست في درجة واحدة، فمنها المنقول، ومنها المرتجل، ومنها علم الجنس، أما الضمير فعلى مستوى واحد يسدُّ مسد الأسماء حلولًا اختصارًا.

وإطلاق النحويين على الضمير أنه أعرف المعارف، يقصدون به المعارف التي تطلق على المخلوقين، فلا يدخل في ذلك اسم الله تعالى؛ لأنه أعرف المعارف على الإطلاق.

واسم الجلالة "الله" مفرد عَلَم، موضوع ليدل بالمطابقة على واجب الوجود، الموصوف بالصفات، الْمُنَزَّه عن الآفات، الذي لا شريك له في المخلوقات، والعَلَم هو ما وضع لمعين، فالذاكر يقصد بالعَلَم المفرد هذا المعنى، والضمير ما هو إلا إشارة تفيد تعَيُّن المشار إليه بشرط أن لا يخطر ببال الذاكر شيء سوى ذلك المشار إليه، ومن ذَكَرَ الله بلفظ "هو" فإنما يقصد الله عز وجل، وهو يعلم أن الله عز وجل مُطَّلِع عليه وعالم بما في نفسه.

وأما الذَّكر باللفظ المفرد المظهر، كـ"الله" أو "الرحمن"، فإنه مُنَادى حذف حرف ندائه، والمنادى من أقسام الكلام المفيد؛ لأنهم أوَّلوا حرف النداء بمعنى أدعو، وحذف حرف النداء جائز وشائع في لغة العرب. على أن حرف النداء يؤتى به للتنبيه والله عز وجل مُنَزَّه عن التنبيه، وأكثر أدوات النداء موضوعة لنداء البعيد "يا" التي هي أم الباب، وسبحانه وتعالى قريب من الداعي؛ لذلك حُذِفَت أداة النداء.

وقد ثبت أن بلالًا رضي الله تعالى عنه كان يقول أثناء تعذيب الكفار له: "أحدٌ أَحَدٌ"، ولم يرد أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم نهاه عن هذا الذكر. رواه ابن ماجه عن ابن مسعود رضي الله عنه، وقال الإمام البوصيري في "مصباح الزجاجة" (1/ 23، ط. دار العربية): [هذا إسناد رجاله ثقات] اهـ.

ومما يستأنس به ما ذكره الشيخ محيي الدين بن العربي، قال: "دخلت على شيخنا أبي العباس العريني من أهل العلياء، وكان مستهترًا -أي مولعًا- بذكر الاسم "الله" لا يزيد عليه شيئًا، فقلت له: يا سيدي، لم لا تقول لا إله إلا الله؟ فقال لي: يا ولدي، الأنفاس بيد الله ما هي بيدي، فأخاف أن يقبض الله روحي عندما أقول: "لا إله" فأقبض في وحشة النفي. وسألت شيخًا آخر عن ذلك، فقال لي: ما رأت عيني ولا سمعت أذني من يقول: "أنا الله" غير الله، فلم أجد من أنفي، فأقول كما سمعته: "الله الله". ينظر رسالة: "القول المعتمد في مشروعية الذكر بالاسم المفرد" للشيخ أحمد مصطفى العلاوي (ص: 63، ط. المطبعة العلاوية).

ومن لا يقول بمشروعية الذكر بالاسم المفرد قد يورد اعتراضات: منها: أن ذكر الله بالاسم المفرد المضمر غير مأثور عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم، ولا السلف الصالح رضوان الله عليهم.

والجواب: أن العلماء متفقون على أن الترك ليس مسلكًا للاستدلال بمفرده، فكان مسلكهم هو النص أو الإجماع أو القياس، واختلفوا في مسالك أخرى لإثبات الحكم الشرعي ليس بينها الترك.

فالترك لا يفيد حكمًا شرعيًّا بمفرده، وهذا محل اتفاق بين المسلمين، وهناك من الشواهد والآثار على أن الصحابة رضي الله عنهم لم يفهموا من تركه صلى الله عليه وآله وسلم التحريم ولا حتى الكراهة؛ وذلك ما فهمه الفقهاء عبر العصور.

وقد رد الإمام ابن حزم على احتجاج المالكية والحنفية على كراهة صلاة الركعتين قبل المغرب بسبب أن أبا بكر وعمر وعثمان رضي الله عنهم كانوا لا يصلونها؛ حيث قال في "المحلى" (2/ 22، ط. دار الفكر) ما نصه: [وهذا لا شيء، أول ذلك أنه منقطع؛ لأن إبراهيم لم يدرك أحدًا ممن ذكرناه، ولا ولد إلا بعد قتل عثمان رضي الله عنه بسنين، ثم لو صح لما كانت فيه حجة؛ لأنه ليس فيه أنهم رضي الله عنهم نهوا عنهما، ولا أنهم كرهوهما، ونحن لا نخالفهم في أن ترك جميع التطوع مباح] اهـ.

فلم يتوقف كثيرًا ابن حزم أمام ترك الصحابة لصلاة الركعتين، وقال إن تركهم تلك الصلاة لا شيء ما دام أنهم لم يصرحوا بكراهتها، ولم ينقلوا ذلك.

وفي حديث رفاعة بن رافع الزرقي رضي الله عنه، قال: كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ، قَالَ: «سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ»، قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: «مَنْ الْمُتَكَلِّمُ؟» قَالَ: أَنَا. قَالَ: «رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ» رواه أحمد والبخاري.

يقول الحافظ ابن حجر في "فتح الباري" (2/ 287، ط. دار المعرفة) بعد ذكره هذا الحديث: [واستدل به على جواز إحداث ذكر في الصلاة غير مأثور إذا كان غير مخالف للمأثور] اهـ. فإن كان هذا الحال في إنشاء ذكر غير مأثور في الصلاة، فالأمر خارج الصلاة أوسع من باب أولى.

وقد يكون الاعتراض أن ذكر الله باسمه المفرد ليس فيه معنى التعظيم، ولا بد من إتمام جملة مفيدة حتى يفيد معنى التعظيم.

والجواب: أن ذكر اسم الله مفردًا فيه معنى التعظيم، وهذا ما فهمه العلماء، فها هو إمام الأئمة أبو حنيفة رضي الله عنه يقرر ذلك في مسألة: هل يحدث الشروع في الصلاة بمجرد ذكر اسم الله المفرد "الله"؟

فقد ذكر صاحب "البدائع" ما نصه (1/ 131، ط. دار الكتب العلمية): [فأما إذا ذكر الاسم لا غير بأن قال: الله، لا يصير شارعًا عند محمد، وروى الحسن عن أبي حنيفة أنه يصير شارعًا، وكذا روى بشر عن أبي يوسف عن أبي حنيفة لمحمد أن النص ورد بالاسم والصفة فلا يجوز الاكتفاء بمجرد الاسم، ولأبي حنيفة أن النص معلول بمعنى التعظيم، وأنه يحصل بالاسم المجرد، والدليل عليه أنه يصير شارعًا بقوله: لا إله إلا الله، والشروع إنما يحصل بقوله: الله لا بالنفي] اهـ.

فالإمام أبو حنيفة يرى أن اسم الله المجرد "الله" يحصل به التعظيم بغير اشتراط كونه في جملة مفيدة.

كما أن الذاكر بهذا الاسم المفرد لا يُكَلِّم مخلوقًا فلا يُشترط أن يكون كلامه تامًّا مفيدًا، فغرضه التعبُّد بلفظ الجلالة لا إخبار الغير؛ لأنه يذكر الله سبحانه الذي هو عالم بنفسه مطلع على قلبه.

ولا يتوهم أن ترديد لفظ الجلالة بمفرده لا يحتوي على مدلول، ولا يفيد معنى تلتفت إليه النفس لمن انشغل بأعظم كلمة في الوجود "الله"، فإلى هذا الاسم كل المعاني والكمالات وإليه تنسب الصفات العلى والخيرات والبركات، فما أبعد قول من زعم بأن ترديد هذا الاسم لا يفيد معنى، فإنه من حيث الحقيقة مبتدأ لا يفتقر إلى خبر أصلًا، فيه الكفاية والغنى عن كل ما عداه، ولهذا الاسم أسرار وعجائب ليست لغيره، وكان من الصالحين من يبدأ طريقه في الهداية بتكرار ذكر لفظ الجلالة مفردًا حتى تتطهر به النفس ويسري في الروح سريان الدم من العروق فلا يهنأ صاحبها ولا يطمئن، إلا باستشعاره الدائم لمعية الله تعالى وجميل عنايته ورضاه.

قال حجة الإسلام أبو حامد الغزالي في "إحياء علوم الدين" (3/ 19، ط. دار المعرفة): [فالأنبياء والأولياء انكشف لهم الأمر وفاض على صدورهم النور لا بالتعلم والدراسة والكتابة للكتب بل بالزهد في الدنيا والتبري من علائقها وتفريغ القلب من شواغلها، والإقبال بكنه الهمة على الله تعالى، فمن كان لله كان الله له، وزعموا أن الطريق في ذلك أولًا بانقطاع علائق الدنيا بالكلية، وتفريغ القلب منها، وبقطع الهمة عن الأهل والمال والولد والوطن وعن العلم والولاية والجاه بل يصير قلبه إلى حالة يستوي فيها وجود كل شيء وعدمه، ثم يخلو بنفسه في زاوية مع الاقتصار على الفرائض والرواتب ويجلس فارغ القلب مجموع الهم، ولا يفرق فكره بقراءة قرآن ولا بالتأمل في تفسير ولا بكتب حديث ولا غيره، بل يجتهد أن لا يخطر بباله شيء سوى الله تعالى، فلا يزال بعد جلوسه في الخلوة قائلًا بلسانه الله الله على الدوام مع حضور القلب حتى ينتهي إلى حالة يترك تحريك اللسان، ويرى كأن الكلمة جارية على لسانه، ثم يصبر عليه إلى أن يمحى أثره عن اللسان ويصادف قلبه مواظبًا على الذكر، ثم يواظب عليه إلى أن يمحى عن القلب صورة اللفظ وحروفه وهيئة الكلمة ويبقى معنى الكلمة مجردًا في قلبه حاضرًا فيه، كأنه لازم له لا يفارقه وله اختيار إلى أن ينتهي إلى هذا الحد، واختيار في استدامة هذه الحالة بدفع الوسواس وليس له اختيار في استجلاب رحمة الله تعالى، بل هو بما فعله صار متعرضًا لنفحات رحمة الله فلا يبقى إلا الانتظار لما يفتح الله من الرحمة كما فتحها على الأنبياء والأولياء بهذه الطريق، وعند ذلك إذا صدقت إرادته، وصفت همته، وحسنت مواظبته فلم تجاذبه شهواته ولم يشغله حديث النفس بعلائق الدنيا تلمع لوامع الحق في قلبه] اهـ.

والله سبحانه وتعالى أعلم.

Tuesday, June 16, 2020


*Antara Ulamak Besar Yang Dibidaahkan dan Disesatkan Wahhabi!*

Oleh : Ustaz Ibnu Abdillah al Katiby

Berikut ini sebahagian contoh-contoh bid’ah hasanah yang dilakukan para ulama salaf dan kholaf :

1. Bid’ah Hasanah imam Abu Hanifah : Sholat 300 rakaat tiap malam.

Al-‘Aththar dalam kitab at-Tadzkirah mengatakan :

كان ابو حنبفة يصلي في كل ليلة ثلاثمائة ركعة فمر يوما على جمع من الصبيان فقال بعضهم لبعض : هذا يصلي في كل ليلة الف ركعة ولا ينام بالليل. فقال ابو حنيفة : نويت ان اصلي في كل ليلة الف ركعة وان لا انام بالليل

“ Abu Hanifah melakukan sholat 300 roka’at setiap malam. Suatu hari ia berjalan melewati sekelompok anak kecil, maka seorang dari mereka berkata kepada temannya : “ Inilah orang yang melakukan sholat tiap malam 1000 roka’at dan tidak pernah tidur tiap malam “.

(Iqamah al-Hujjah, al-Kanawi : 80)

2. Bid’ah Hasanah Imam Malik : Sholat 800 raka’at tiap hari.

قَالَ أَبُوْ مُصْعَبٍ وَأَحْمَدُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ مَكَثَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ سِتِّيْنَ سَنَةً يَصُوْمُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا وَكَانَ يُصَلِّي فِي كُلِّ يَوْمٍ ثَمَانَمِائَةٍ رَكْعَةً

“Abu Mush’ab dan Ahmad bin Ismail berkata: Malik bin Anas berpuasa sehari dan berbuka sehari selama 60 tahun dan ia salat setiap hari 800 rakaat ” (Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la, 1/61///0)

3. Bid’ah Hasanah Imam asy-Syafi’i : Melafazkan Niat.

أخبرنا ابن خزيمة ، ثنا الربيع قال : « كان الشافعي إذا أراد أن يدخل في الصلاة قال : بسم الله ، موجها لبيت الله مؤديا لفرض الله عز وجل الله أكبر »

“Mengabarkan kepadaku Ibnu Khuzaimah, mengabarkan kepadaku Ar-Rabi’, ia berkata :” Imam Syafi’i ketika akan masuk dalam Shalat beliau mengucapkan : “Bismillah Aku menghadap ke Baitullah, menunaikkan kewajiban kepada Allah. Allahu Akbar.” (Al-Mu’jam, Ibnu Al-Muqri : 317)

4. Bid’ah Hasanah Mus’ab bin Tsabit bin Abdillah bin Zubair : Sholat 1000 roka’at tiap hari.

مُصْعَبُ بْنُ ثَابِتِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ وَكَانَ مُصْعَب يُصَلِّي فِي الْيَوْمِ وَالَّلْيَلَةِ أَلْفَ رَكْعَةٍ وَيَصُوْمُ الدَّهْرَ

“Mush’ab bin Tsabit bin Abdillah bin Zubair, ia salat dalam sehari semalam 1000 rakaat ” (Shifat ash-Shafwah, Ibnu Jauzi, 2/197 dan al-Ishabah, al-Hafidz Ibnu Hajar, 2/326)

5. Ali Zainal Abdin : Sholat 1000 roka’at tiap hari.

ذُوْ الثَّفَنَاتِ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ زَيْنُ الْعَابِدِيْنَ سُمِّيَ بِذَلِكَ لأَنَّهُ كَانَ يُصَلِّى كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ رَكْعَةٍ فَصَارَ فِي رُكْبَتَيْهِ مِثْلُ ثَفَنَاتِ الْبَعِيْرِ

“Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, hiasan ahli ibadah, disebut demikian karena ia salat dalam sehari semalam sebanyak 1000 rakaat, sehingga di lututnya terdapat benjolan seperti unta” (Tahdzib al-Asma’, al-Hafidz al-Mizzi, 35/41)

6. Abu Qilabah : Sholat 400 roka’at tiap hari.

وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ الْقَاضِي: حُكِيَ أَنَّ أَبَا قِلاَبَةَ كَانَ يُصَلِّي فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ أَرْبَعَمِائَةٍ رَكْعَةً

“Qadli Ahmad bin Kamil berkata: Diceritakan bahwa Abu Qilabah salat dalam sehari semalam sebanyak 400 rakaat ” (Tadzkirah al-Huffadz, al-Hafidz adz-Dzahabi, 2/120)

7. Sebagian ulama salaf mengganti sholat Tahiyyatul Masjid dengan ucapan :

سبحان الله والحمد لله ولااله الا الله والله اكبر

Dibaca sebanyak empat kali di saat mereka tidak sempat melakukan sholat tahiyyatul masjid. Sebagaimana telah dinaqal oleh imam Nawawi dalam kitab al-Adzkarnya mukasurat : 32.
8. Bid’ah Hasanah Ibnu Mas’ud : Majlis setiap hari khamis.

Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi (pendiri wahabi) mengatakan :

والمقصود بيان ما نحن عليه من الدين وأنه عبادة الله وحده لا شريك له فيها بخلع جميع الشرك، ومتابعة الرسول فيها نخلع جميع البدع إلا بدعة لها أصل في الشرع كجمع المصحف في كتاب واحد وجمع عمر رضي الله عنه الصحابة على التراويح جماعة وجمع ابن مسعود أصحابه عل القصص كل خميس ونحو ذلك فهذا حسن والله أعلم

“ Maksudnya adalah menejlaskan apa yang kami lakukan dari agama dan yang merupakan ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, di dalamnya melepas semua bentuk kesyirikan dan mengikuti Rasul di dalamnya, kami melepas semua bentuk bid’ah kecuali bid’ah yang memiliki asal dalam syare’at seperti mengumpulkan mushaf dalam satu kitab dan pengumpulan Umar radhiallahu ‘anhu kepada para sahabat atas sholat tarawih dengan berjama’ah, dan pengumpulan Ibnu Mas’ud kepada para sahabatnya atas majlis kisah-kisah setiap hari kamis dan semisalnya, semua ini adalah baik wa Allahu A’lam “ (Ar-Rasail asy-Syahsyiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab jilid 5 risalah yang keenam belas halaman : 103)

9. Bid’ah Hasanah imam Mujahid : Doa masuk rumah yang kosong.

Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan :

روى الثوري عن عبد الكريم الجزري عن مجاهد : اذا دخلت بيتا ليس فيه احد فقل : بسم الله والحمد لله السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين

“ Sufyan ast-Tsauri meriwayatkan dari Abdul Karim al-Jazri dari Mujahid, “ Jika kamu hendak masuk rumah yang kosong, maka ucapkanlah “ Bsimillah wal hamdu lillah, as-salaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish shaalihin “. (Tafsir Ibnu Katsir : 4/406)

10. Bid’ah Hasanah Ma’ruf al-Khurkhi : Melazimkan (Mewajibkan) dirinya sholat 100 roka’at setiap hari sabtu, dis etiap satu roka’at ia membaca surat al-Ikhlas 10 kali. (Thabaqat al-Hanabilah : 2/488)

11. Bidaah Hasanah Khalid bin Mi’dan. Al-Hafidz Ibn Rajab al-Hanbali mengatakan, “ Sesunggguhn ya Khalid bin Mi’dan membaca tasbih setiap harinya sebanyak 40.000 kali selain membaca al-Quran “. Lihat kitab Jami’ al-Ulum : 1/446

12. Bidaah Hasanah Bisyr bin Mufadhdhal. Beliau melakukan sholat setiap harinya sebanyak 400 roka’at. Lihat kitab Tadzkirah al-Huffadz, adz-Dzahabi : 1/309

13. Bidaah Hasanah Ya’qub bin Yusuf al-Muthawwa’i. Wirid beliau setiap harinya membaca surat Qulhuwallahu Ahad (al-Ikhlash) sebanyak 31.000 kali atau terkadang 41.000 kali. Lihat sanad sahihnya dalam kitab al-Bidayah wa a n-Nihayah, Ibn Katsir : 11/84

14. Bidaah Hasanah Ubaid bin Umair. Beliau jika berada di pagi hari atau sore hari selalu mengucapkan doa berikut ini :

اللهم اني اسألك عند حضرة صلاتك وقيام دعاتك ان تغفر لي وترحمني

“ Ya Allah sesungguhnya aku memohon ketika menghadap sholatmu dan tegakknya pendakwahmu untuk Engkau mengampuniku dan merahmatiku “. Lihat kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah : 7/37

15. Bidaah Hasanah Urwah bin Zubair. Beliau ketika hendak makan selalu mengucapkan :

سبحانك ما احسن ما تبتلينا سبحانك ما احسن ما تعطينا ربنا ورب آبائنا الاولين

“ Maha suci Engkau, alangkah baiknya apa yang telah Engkau uji pada kami, dan alangkah baiknya apa yang telah Engkau berikan p ada kami wahai Tuhan kami Tuhan para datuk kami yang awal “. Kemudian beliau mengucapkan bismillah dan meletakkan tangannya. Lihat kitab Muhsannaf Ibnu Abi Syaibah : 6/73

15. Bidaah Hasanah Ma’ruf al-Kurkhi. Dalam kitab Thabaqat al-Hanabilah disebutkan bahwasanya beliau melazimkan sholat setiap hari sabtu 100 roka’at, dan di setiap roka’atnya membaca surat al-Ikhlash 10 kali. Lihat kitab Thabaqat al-Hanabilah : 2/488

Dan sungguh sangat banyak lagi bid’ah hasanah yang dilakukan para ulama kita sejak masa salaf hingga saat ini.

Saturday, June 13, 2020

RASULULLAH SAW TIDAK MAHU MENDOAKAN KEBERKATAN BAGI NAJD

" KENAPA RASULULLAH TIDAK MAHU MENDOAKAN NAJD RIYADH ARAB SAUDI "...

Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

:اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ .

” Ya Allah berilah keberkatan kepada negeri Syam kami, berilah keberkatan kepada negeri Yaman kami. Mereka berkata: “Pada Najd kami Ya Rasulullah?!” Rasulullah berkata: “Ya Allah berilah keberkatan pada negeri Syam kami, berilah keberkatan pada negeri Yaman kami.” Mereka berkata lagi: “Pada Najd kami Ya Rasulullah?!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Di sana terdapat kegoncangan dan fitnah, serta disanalah terbitnya tanduk Syaitan. ” (HR. Bukhari 2037) .

Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ ويقرأون الْقُرْآنَ لا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لا يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ قِيلَ مَا سِيمَاهُمْ قَالَ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ .

Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan boleh kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ke tempatnya, tanda mereka ialah bercukur gondol (botak). (HR Bukhari)

Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najd mengarahkan para pengikutnya untuk melakukan cukur gondol agar hidup dengan rambut baru yang belum pernah melakukan kesyirikan. Hal ini sebagaimana dicatat oleh para sejarawan gerakan mereka, seperti Sayyid ‘Alwi bin Ahmad al-Haddad, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Sayyid Abdullah bin Hasan Basya dan lain-lain. Mereka mengutip fatwa Sayyid Abdurrahman al-Ahdal mufti negeri Zabid sebagai berikut :

وَكَانَ مُفْتِي زَبِيْدَ السَّيِّدُ عَبْدُ الرَّحْمنِ الْأَهْدَلُ يَقُوْلُ (لاَ حَاجَةَ إِلىَ التَّأْلِيْفِ فِي الرَّدِّ عَلىَ الْوَهَّابِيَّةِ بَلْ يَكْفِيْ فِي الرَّدِّ عَلَيْهِمْ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم (سِيْمَاهُمْ التَّحْلِيْقُ) فَإِنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ أَحَدٌ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ غَيْرُهُمْ).

“Adalah mufti negeri Zabid, Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, telah berkata; “Tidak perlu menulis bantahan terhadap kaum Wahabi. Bantahan terhadap mereka telah cukup dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Tanda mereka adalah cukur gondol”.

Fatwa cucu Muhammad bin Abdul Wahhab dan Hamad bin Nashir di dalam Ensiklopedi al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibah al-Najdiyyah juz 4 halaman 152, dipaparkan bahwa “kepala botak atau gondol adalah tradisi penduduk Najd, dan hanya orang-orang bodoh dari kalangan mereka yang tidak melakukan cukur gondol.” Kitab al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibah al-Najdiyyah, adalah himpunan fatwa-fatwa ulama Wahabi yang dihimpun oleh Abdurrahman bin Muhammad al-‘Ashimi al-Najdi, yang diterbitkan oleh kaum Wahabi di Saudi Arabia.

Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يخرج قوم من قبل المشرق يقرءون القرآن لا يجاوز تراقيهم كلما قطع قرن نشأ قرن حتى يخرج فى بقيتهم
الدجال .

“Akan keluar dari arah timur sekelompok orang yang membaca Al-Quran namun tidak sampai ke kerongkongan mereka, tiap kali putus QORNnya maka muncullah qorn yang lainnya hingga generasi mereka selanjutnya akan bersama Dajjal “. (HR. Imam Ahmad dalam musnadnya).

Dalam meneliti dari pelbagai aspek seperti nahwu, sorof dan di mana baginda bersabda. Nabi berkata (Keluar atau Muncul ) adalah Fi’il Mudhar’ yang memberi arti: terus menerus atau berturut-turut, kini dan akan datang. Jadi bisa kita pahami bahwa setelah Musilamatul al-Kazab di Najd (Riyadh) akan muncul pula segolongan dari umat ini secara terus menerus dari TEMPAT YANG SAMA, DAN BERTERUSAN antara golongan yang pendusta agama yang TELAH muncul di Nadj (Riyadh) adalah:
Musilamatul Kazab - Nadj (Riyadh)
Zu-Khuwaisirah at-Tamimi ketua Khawarij - Nadj (Riyadh)
Kasib bin Rabi’ - Nadj (Riyadh)
Misar bin Fadki - Nadj (Riyadh)
Al-Qaramitah - Nadj (Riyadh)
dan YANG TERAKHIR Muhammad Abdul Wahab an-Najdi, dari Bani Tamim seperti juga golongan Khawarij yang berasal dari BANI TAMIM, besar kemungkinan mereka adalah SATU qabilah juga dari Riyadh.

Syeikh Zaini Dahlan menyebutkan yang di maksudkan 2 tanduk syaitan dari Nadj (Riyadh) di dalam hadits itu adalah Musilamatul Kazab dan Muhammad Abdul Wahab.

Jadi Kelima golongan ini yang terkenal adalah Musilamatul Kazab yang di kurniai Irhas dan pada abad ini adalah Muhammad Abdul Wahab.

Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مِنْ هَا هُنَا جَاءَتِ اْلفِتَنُ ، نَحْوَ اْلمَشْرِقِ ، وَاْلجَفَاءُ وَغِلَظُ اْلقُلوْبِ فيِ اْلفَدَّادِينَ أَهْلُ اْلوَبَرِ ، عِنْدَ أُصُوْلِ أَذْنَابِ اْلإِبِلِ وَاْلَبقَرِ ،فِي رَبِيْعَةْ وَمُضَرً .

“Dari sinilah fitnah-fitnah akan bermunculan, dari arah Timur, dan sifat kasar juga kerasnya hati pada orang-orang yang sibuk mengurus unta dan lembu, kaum Baduwi iaitu pada kaum Rabi’ah dan Mudhar “.(HR. Bukhari)

Arah Timur yang Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan tidak ada lain adalah arah Timur kota Madinah yaitu Najd sebab Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam telah menspesifikasikan letak posisinya iaitu tempat dimana ciri-ciri khas penduduknya orang-orang yang memiliki banyak unta dan baduwi yang berwatak keras dan berhati kasar dan tempat di mana menetapnya suku Mudhar dan Rabi’ah, dan semua itu hanya ada di Najd Arab Saudi.

TAHQIQ MASYARIK ADALAH NADJ DI RIYADH (nama sekarang)

Hadits yang diriwayatkan oleh nabi itu umum yaitu Masyriq kemudian baginda mengkhususkan dengan sebutan Nadj. Para ulama ada yang menyatakan bahwa Masyriq adalah Nadj, di antaranya:

Shaikh Taqiuddin berkata; Masyriq (Timur) dari arah Madinah, adalah tempat di mama munculnya Musailamatul Kazab,Imam Qustalani berkata Masyriq adalah Nadj (Irsyad as-Saary 12; 626 cetakan Darul Fikr Tahun 1410 H). Shaikh Muhammad Idris al-Marbawi ulama Nusantara yang tidak asing lagi menyebut Nadj adalah negeri Wahabi yang keluar daripadanya orang-orang Wahabi sekarang yang memerintah Mekah dan tempat keluar Musilamatul al-Kazab yang mengaku dirinya Rasul (lihat Kamus Idris al-Marbawi)

Di dalam Kamus Mu’jam Al-Asasi m.s 1174 Nadj -adalah Riyadh merupakan kerajaan Wahabi yang pertama.
Begitu juga nabi mengisyaratkan dengan tangan dan inilah dalil yang kuat menunjukkan bahwa Masyrik itu adalah Najd atau Riyadh nama sekarang.
Dalam Surah at-Taubah ayat 97 “Orang Arab Badwi itu lebih sangat kekafiran dan kemunafiqan dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada RasulNYA.”

Siapakah orang baduwi di sini? jikalau bukan penduduk Najd (Riyadh)? kerana itulah golongan wahabi dan salafi itu sangat kafir dan munafiq seperti firman Allah di atas yang tidak mengetahui hukum-hukum yang di turunkan oleh Allah.

Begitu juga di dalam surah Al-Hujarat ayat 1- 4 ”menceritakan ada seorang yang memanggil-manggil dan berteriak-teriak dan menyerit-menjerit di hadapan rumah baginda” lalu turun ayat supaya merendahkan suara, siapakah mereka? tidak lain adalah penduduk Najd (Riyadh) yang kurang beradab sehingga sekarang golongan wahabi dan salafi kurang dan tidak mempunyai adab dengan nabi, bagi mereka nabi sudah wafat tiada lagi manfaat, nauzubillahi min zalik.

Begitu juga kisah seorang penduduk baduwi dari Najd yang kencing di Masjid nabi, siapakah dia jikalau bukan dari Najd (Riyadh). Selain dari itu nama Najd adalah nama KHAS, bukan nama AM. Jikalau nama AM bererti tanah tinggi di mana negeri TANAH TINGGI ITU, apabila iblis berkata: Aku dari NAJD bererti aku dari TANAH TINGGI. Jadi Najd adalah nama AM nama negeri sekarang adalah RIYADH bukan nama KHAS PERJANJIAN SYAITAN.

Ketika mereka berkumpul di ‘Darul Nadwah’ sebagaimana yang telah di janjikan lalu datanglah Iblis berdiri di hadapan pintu menyerupai Shaikh Najd, kita semak percakapan kaum Quraisy; Siapa Shaikh?

Iblis: Shaikh dari Ahli Najd didatangkan dari Mekah, aku dengar pertemuan kamu maka aku hadir untuk mendengar apa yang kamu bincangkan, semoga aku boleh memberi cadangan dan nasihat.

Quraisy: Baiklah, silakan masuk! maka Iblis pun masuk bersama mereka dengan menyerupai seorang Shaikh Najd, setelah mereka berbincang maka berkata sebagian daripada mereka Abu al-Bahtari; ‘Kita penjarakan dia (Nabi Muhammad) Ibnu Hisyam; Kita kunci pintu rumahnya (Nabi Muhammad).

Keterangan: Ini adalah catatan ringkas perkataan jahat antara orang kafir dengan iblis yang menyerupai Shaikh Najd untuk membunuh nabi, sudah pasti kita ingat kisah ini, bagaimana Abu Jahal dan sahabat-sahabatnya memerintahkan untuk memenjarakan nabi ada pula yang menyuruh menyingkirkan nabi dan akan tetapi Iblis menyuruh membunuh.

Dari kisah ini dapatlah kita ketahui bahwa Syeikh Najd (Riyadh) itu adalah iblis yang menjelma sebagai manusia, dari mana ia datang ? tidak lain dan tentu saja dari Najd (Riyadh).

Iblis berkata: Aku ahli Najd (Riyadh). Maka dari sini kita dapat ketahui bahwa Iblis dari ahli Najd (Riyadh) telah lama terjadi sejak zaman nabi maka tidak mustahil ia akan muncul setelah ini.

Sila rujuk (Bidayah wan-Nihayah jilid 2 m.s. 557 & As-Sirah an-Nabawiyah Ibnu Hisham jilid 2 m.s. 157 Bab Hijrah & Dalaail an-Nubuah & Mukhtasar Sirah ar-Rasul Muhammad Abdul Wahab tahun 1408 m.s. 125). [Warkop Mbah Lalar, Wahabi Movement - Si Tanduk Syaitan]

Wallahu a'lam .

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2968129743241186&id=100001325688444

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2968344936553000&id=100001325688444

Ustadz Yunan A Samad , Tok Pakir , Zaref Shah Al HaQQy , Anep Putra .

Friday, June 5, 2020

Status Hadis Nabi Adam 'alaihissam Bertawassul Dengan Nabi Muhammad Sallallahu 'alaihi wasallam.

Soalan:

Siapa di USİM boleh rujuk buku hadis hadis Palsu dalam Mustadrak Al Hakim oleh pensyarah hadis di USİM Al Ustaz Prof Dr Muhammad Mustaqim Mohd Zarif. Adakah benar ini hadith maudhu'?

Jawapan Ustaz Khafidz:

 Memang kebanyakan orang akan terkesan dengan penilaian al hafiz az zahabi kerana nama besarnya dalam ilmu hadis. Namun ada sesetengah penilaian beliau tak mesti diterima jika ada khilaf.

Di sini dikongsikn ulasan saya semalam..

بسم الله

Saya melihat al hafiz ibn hajar  tidak mnilai secara jelas hadis tersebut sebagai palsu kerana yang dinukilkan dalam lisan al mizan adalah daripada kata-kata az zahabi. Hanya kemungkinan sahaja beliau menyetujui penilaian az zahabi.

Sy pernah takhrij dulu dalam bahasa arab dengan seringkas mungkin seperti brikut:

رُوِي عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله : لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ، أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لَمَّا غَفَرْتَ لِى، فَقَالَ الله: يَا آدَمُ، وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أَخْلُقْهُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ، لِأَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِى بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأْسِي، فَرَأَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ اْلعَرْشِ مَكْتُوْبًا: لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ الله، وَعَرَفْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلاَّ أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ. فَقَالَ اللهُ: صَدَقْتَ يَا آدَمُ، إِنَّهُ لأَحَبُّ الْخَلْقِ إِلَيَّ، إِنْ سَأَلْتَنِى بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُكَ، وَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ.
تخريج:
أخرجه الحَاكِمُ وقال: صحيح الإِسناد، ووافقه التقي السبكي في شفاء السقام، وفيه عبد الرحمن بن زيد بن أسلم، والطَّبرانِي في الأوسط والصغير، وزاد فيه: "إنه آخر النبيين من ذريتك". والبيهقي في الدلائل وضعفه، وقال الهيثمي في مجمع الزوائد (8/153): وفيه من لم أعرفهم.اهـ وهو ضعيف فقط، لا موضوع كما زعمه الحافظ الذهبي. وله شاهد قوي من حديث ميسرة، أخرجه أبو الحسن بن بشران، وقال الحافظ عبد الله بن الصديق الغماري في الرد المحكم المتين: إسناد هذا الحديث قوي، وهو أقوى شاهد وقفتُ عليه.اهــ ولفظه: ((لما خلق الله الأرض واستوى إلى السماء فسواهن سبع سماوات، وخلق العرش، كتب على ساق العرش: محمد رسول الله خاتم الأنبياء، وخلق الله الجنة التي أسكنها آدم وحواء، فكتب اسمي على الأبواب والأوراق والقباب والخيام، وآدم بين الروح والجسد، فلما أحياه الله تعالى: نظر إلى العرش فرأى اسمي فأخبره الله أنه سيد ولدك، فلما غرهما الشيطان، تابا واستشفعا باسمي إليه)).اهـ

Maka sebenarnya hadis yang diguna pakai adalah hadis yang terakhir ini..

Mengambil kira jalan-jalan riwayatnya maka hadis tersebut daif sahaja.. namun hadis penyokong tersebut adalah kuat dan menyokong untuk menjadi dalil tawassul.. dalil tawassul  bukan ini sahaja bahkan ada dalil-dalil lain ..

Pengharaman tawassul dengan nabi saw dan para solihin hanya baru pada zaman syekh ibn taimiyyah..

Dalil-dalilnya sejak itu terus menjadi perselisihan antara ulama yang pro & kontra..

Sedangkn isu ini hanya bab khilaf sahaja sebagaimana dalam usul imam hasan al banna...

(*Ustaz raja mukhlis juga ada ulas dengan lebih panjang lebar: http://rajamukhlis.blogspot.com/2013/01/penjelasan-kedudukan-hadis-tawassul.html?m=1 )

Ulasan tambahan Ustaz Zulhusni Mat Resat:

Syeikh Abdullah al-Siddiq al-Ghumari ada komen tentang hadis ni dalam kitab Ittihaf Al-Azkiya' Bi Jawaz Al-Tawasul Bi Al-Anbiya' Wa Al-Auliya', kata beliau sebenarnya hadis ini bukanlah sahih dan bukanlah maudhu', bahkan ianya hanya daif sahaja sebagaimana yang diterangkan oleh al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwah. Bahkan bagi hadis ini ada penguat yang boleh menaikkannya ke darjat hasan.

Ulasan tambahan Aurangzeb Himalaya:

Maulana yunus al-joufuri juga ada memberikan ulasan beliau berkaitan Hadīth ini dalam surat menyurat beliau. Pandangan beliau sama seperti pandangan guru beliau iaitu hadith tawassul Nabi adam dgn Nabi muhammad صلى الله عليه وسلم itu tidak sampai ke darjah palsu

http://madrasahsunnionline.blogspot.com/2015/12/status-hadith-nabi-adam-bertawassul.html?m=1

Saturday, May 30, 2020

*CIRI-CIRI WAHABI YANG WAJIB DITOLAK*

*CIRI-CIRI WAHABI YANG WAJIB DITOLAK*

بسم الله الرحمن الر حيم

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102

*OLEH*
AL FADHIL USTAZ
MUHAMAD NAJIB SANURI

*FATWA KE ATAS FAHAMAN WAHABI*

 1. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-12 PADA TAHUN 1985,
2. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-14 PADA TAHUN 1985,
3. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-16 PADA TAHUN 1986,
4. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-40 PADA TAHUN 1996,
5. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-42 PADA TAHUN 1997,
6. MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN KALI KE-44 PADA TAHUN 1998,
KEPUTUSAN ADALAH MENOLAK PENYEBARAN
FAHAMAN WAHABI KERANA MENGANGGU GUGAT PERPADUAN UMAT ISLAM

 *SUMBER*

1. JABATAN KEMAJUAN ISLAM MALAYSIA (JAKIM)
2. JAWATANKUASA PENYELARASAN PENYELIDIKAN ISLAM KEBANGSAAN (JAPPIS).

*CIRI-CIRI PENDAPAT WAHABI*

1. Sering merujuk pendapat Ibnu Taimiyyah, al-Albani, Ibnu Qayyim, Abdul Aziz bin Baz dan Ibnu Ustaimin.
2. Mengatakan Allah ada di langit bersemayam di atas Arasy.
3. Membahagi tauhid kepada tiga iaitu tauhid Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma' wa sifat.
4. Menolak amalan menyebut lafaz niat solat (USOLLI).
5. Menolak amalan menyebut SAYYIDINA ketika berselawat.
6. Menolak amalan mengusap muka setelah selesai solat.
7. Menolak zikir, wirid dan doa beramai-ramai selepas solat di masjid.
8. Menolak amalan baca yaasiin beramai-ramai pada malam jumaat di masjid.
9. Menolak amalan solat terawih 20 raka'at di masjid.
10. Menolak amalan baca yaasiin 3 kali pada malam nisfu Sya'ban.
11. Menolak amalan membaca doa akhir dan awal tahun.
12. Menolak bacaan talqin ketika pengembumian mayat.
13. Menolak tahlil dan kenduri arwah.
14. Menolak bacaan berzanji dan marhaban.
15. Menolak amalan selawat syifak, selawat fatih, selawat nariah, selawat tafrijiah.
16. Menolak sambutan maulidur rasul.
17. Menolak amalan ziarah makam nabi.
18. Menolak bacaan tarhim dan bacaan Al-Quran sebelum azan subuh menggunakan pembesar suara.
19. Mengatakan tiada solat qabliah jumaat.
20. Menolak amalan membaca text ketika khutbah.
21. Menolak tasawuf dan tarikat.
22. Menolak MAZHAB.
23. Mengatakan bid'ah tiada yang hasanah, semua bid'ah adalah sesat.
24. Menolak beramal dengan hadis daif.
25. Menolak amalan tawassul dengan orang yang sudah meninggal dunia.
26. Menolak amalan tabarruk selain dari Nabi saw.
27. Menolak amalan isthtighathah.
28. Mengatakan talak tiga sekaligus cuma jatuh talak satu.
29. Menolak manhaj Asyairah dan Maturidiyah.
30. Menolak Sifat Dua Puluh.


*HAL AQIDAH*

1. Membagi Tauhid menjadi 3 bagian yaitu:
(a). Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini, mereka mengatakan bahwa kaum musyrik Mekah dan orang-orang kafir juga mempunyai tauhid.
(b). Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka menafikan tauhid umat Islam yang bertawassul, beristigathah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh jumhur ulama‟ Islam khasnya ulama‟ empat Imam madzhab.
(c.) Tauhid Asma’ dan Sifat: Tauhid versi mereka ini bisa menjerumuskan umat islam ke lembah tashbih dan tajsim kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala seperti:
Menterjemahkan istiwa’ sebagai bersemayam/bersila
Merterjemahkan yad sebagai tangan
Menterjemahkan wajh sebagai muka
Menisbahkan jihah (arah) kepada Allah (arah atas – jihah ulya)
Menterjemah janb sebagai lambung/rusuk
Menterjemah nuzul sebagai turun dengan dzat
Menterjemah saq sebagai betis
Menterjemah ashabi’ sebagai jari-jari, dll
Menyatakan bahawa Allah SWT mempunyai “surah” atau rupa
Menambah bi dzatihi haqiqatan [dengan dzat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat
2. Memahami ayat-ayat mutashabihat secara zhahir tanpa penjelasan terperinci dari ulama-ulama yang mu’tabar
3. Menolak asy-Sya’irah dan al-Maturidiyah yang merupakan ulama’ Islam dalam perkara Aqidah yang diikuti mayoritas umat islam
4. Sering mengkrititik asy-Sya’irah bahkan sehingga mengkafirkan asy-Sya’irah.
5. Menyamakan asy-Sya’irah dengan Mu’tazilah dan Jahmiyyah atau Mu’aththilah dalam perkara mutashabihat.
6. Menolak dan menganggap tauhid sifat 20 sebagai satu konsep yang bersumberkan falsafah Yunani dan Greek.
7. Berselindung di sebalik mazhab Salaf.
8. Golongan mereka ini dikenal sebagai al-Hasyawiyyah, al-Musyabbihah, al-
Mujassimah atau al-Jahwiyyah dikalangan ulama’ Ahli Sunnah wal Jama’ah.
9. Sering menuduh bahwa Abu Hasan Al-Asy’ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah bertaubat dari mazhab asy-Sya’irah. Menuduh ulama’ asy-Sya’irah tidak betul-betul memahami faham Abu Hasan Al-Asy’ari.
10. Menolak ta’wil dalam bab Mutashabihat.
11. Sering menuduh bahwa mayoritas umat Islam telah jatuh kepada perbuatan syirik.
12. Menuduh bahwa amalan memuliakan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam [membaca maulid dll] membawa kepada perbuatan syirik.
13. Tidak mengambil pelajaran sejarah para anbiya’, ulama’ dan sholihin dengan
dalih menghindari syirik.
14. Pemahaman yang salah tentang makna syirik, sehingga mudah menghukumi orang sebagai pelaku syirik.
15. Menolak tawassul, tabarruk dan istighathah dengan para anbiya’ serta sholihin.
16. Mengganggap tawassul, tabarruk dan istighathah sebagai cabang-cabang syirik.
17. Memandang remeh karamah para wali [auliya’].
18. Menyatakan bahwa ibu bapa dan datuk Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak selamat dari adzab api neraka.
19. Mengharamkan mengucap “radhiallahu ‘anha” untuk ibu Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam, Sayyidatuna Aminah.

*HAL SIKAP*

1. Sering membid’ahkan amalan umat Islam bahkan sampai ke tahap mengkafirkan
mereka.
2. Mengganggap diri sebagai mujtahid atau berlagak sepertinya (walaupun tidak layak).
3. Sering mengambil hukum secara langsung dari al-Qur’an dan hadits (walaupun tidak layak).
4. Sering memtertawakan dan meremehkan ulama’ pondok dan golongan agama yang lain.
5. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang ditujukan kepada orang kafir sering ditafsir ke atas orang Islam.
6. Memaksa orang lain berpegang dengan pendapat mereka walaupun pendapat itu syaz (janggal).

*HAL HADIS*

1. Menolak beramal dengan hadis dho’if.
2. Penilaian hadits yang tidak sama dengan penilaian ulama’ hadits yang lain.
3. Mengagungkan Nasiruddin al-Albani di dalam bidang ini [walaupun beliau tidak
mempunyai sanad bagi menyatakan siapakah guru-guru beliau dalam bidang hadits.
[Bahkan mayoritas muslim mengetahui bahwa beliau tidak mempunyai guru dalam bidang hadits dan diketahui bahawa beliau belajar hadits secara sendiri dan ilmu jarh dan ta’dil beliau adalah mengikut Imam al-Dhahabi].
4. Sering menganggap hadits dho’if sebagai hadits mawdhu’ [mereka mengumpulkan hadits dho’if dan palsu di dalam satu kitab atau bab seolah-olah kedua-dua kategori hadits tersebut adalah sama]
5. Pembahasan hanya kepada sanad dan matan hadits, dan bukan pada makna hadits. Oleh karena itu, pebedaan pemahaman ulama’ [syawahid] dikesampingkan.

*HAL QUR’AN*

1. Menganggap tajwid sebagai ilmu yang menyusahkan dan tidak perlu (Sebagian Wahabi indonesia yang jahil)

*HAL FEQAH*

1. Menolak mengikuti madzhab imam-imam yang empat; pada hakikatnya
mereka bermadzhab “TANPA MADZHAB”
2. Mencampuradukkan amalan empat mazhab dan pendapat-pendapat lain sehingga membawa kepada talfiq [mengambil yang disukai] haram
3. Memandang amalan bertaqlid sebagai bid’ah; mereka mengklaim dirinya berittiba’
4. Sering mengungkit dan mempermasalahkan soal-soal khilafiyyah
5. Sering menggunakan dakwaan ijma’ ulama dalam masalah khilafiyyah
6. Menganggap apa yang mereka amalkan adalah sunnah dan pendapat pihak lain adalah Bid’ah
7. Sering menuduh orang yang bermadzhab sebagai ta’assub [fanatik] mazhab
8. Salah faham makna bid‟ah yang menyebabkan mereka mudah membid‟ahkan orang lain
9. Mempromosikan madzhab fiqh baru yang dinamakan sebagai Fiqh al-Taysir, Fiqh al-Dalil, Fiqh Musoffa, dll [yang jelas keluar daripada fiqh empat mazhab]
10. Sering mewar-warkan agar hukum ahkam fiqh dipermudahkan dengan menggunakan hadis “Yassiru wa la tu’assiru, farrihu wa la tunaffiru”
11. Sering mengatakan bahwa fiqh empat madzhab telah ketinggalan zaman

*HAL NAJIS*

1. Sebagian mereka sering mempermasalahkan dalil akan kedudukan babi sebagai najis mughallazhah
2. Menyatakan bahwa bulu babi itu tidak najis karena tidak ada darah yang mengalir.

*HAL WUDHU'*

1. Tidak menerima konsep air musta’mal
2. Bersentuhan lelaki dan perempuan tidak membatalkan wudhu’
3. Membasuh kedua belah telinga dengan air basuhan rambut dan tidak dengan air yang baru.

*HAL ADZAN*

1. Adzan Juma’at sekali; adzan kedua ditolak

*HAL SHALAT*

1. Mempromosikan “Sifat Shalat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam‟, dengan alasan kononnya shalat berdasarkan fiqh madzhab adalah bukan sifat shalat Nabi yang benar
2. Menganggap melafazhkan kalimat “usholli” sebagai bid’ah.
3. Berdiri dengan kedua kaki mengangkang.
4. Tidak membaca “Basmalah‟ secara jahar.
5. Menggangkat tangan sewaktu takbir sejajar bahu atau di depan dada.
6. Meletakkan tangan di atas dada sewaktu qiyam.
7. Menganggap perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam shalat sebagai perkara bid‟ah (sebagian Wahabiyyah Indonesia yang jahil).
8. Menganggap qunut Subuh sebagai bid’ah.
9. Menggangap penambahan “wa bihamdihi” pada tasbih ruku’ dan sujud adalah bid’ah.
10. Menganggap mengusap muka selepas shalat sebagai bid’ah.
11. Shalat tarawih hanya 8 rakaat; mereka juga mengatakan shalat tarawih itu
sebenarnya adalah shalat malam (shalatul-lail) seperti pada malam-malam lainnya
12. Dzikir jahr di antara rakaat-rakaat shalat tarawih dianggap bid’ah.
13. Tidak ada qadha’ bagi shalat yang sengaja ditinggalkan.
14. Menganggap amalan bersalaman selepas shalat adalah bid’ah.
15. Menggangap lafazh sayyidina (taswid) dalam shalat sebagai bid’ah.
16. Menggerak-gerakkan jari sewaktu tasyahud awal dan akhir.
17. Boleh jama’ dan qashar walaupun kurang dari dua marhalah.
18. Memakai sarung atau celana setengah betis untuk menghindari isbal.
19. Menolak shalat sunnat qabliyyah sebelum Juma’at
20. Menjama’ shalat sepanjang semester pengajian, karena mereka berada di landasan Fisabilillah

*HAL DO’A, DZIKIR DAN*
*BACAAN AL-QUR’AN*

1. Menggangap do’a berjama’ah selepas shalat sebagai bid’ah.
2. Menganggap dzikir dan wirid berjama’ah sebagai bid’ah.
3. Mengatakan bahwa membaca “Sodaqallahul ‘azhim” selepas bacaan al-Qur’an adalah Bid’ah.
4. Menyatakan bahwa do’a, dzikir dan shalawat yang tidak ada dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai bid’ah. Sebagai contoh mereka menolak Dala’il al-Khairat, Shalawat al-Syifa‟, al-Munjiyah, al-Fatih, Nur al-Anwar, al-Taj, dll.
5. Menganggap amalan bacaan Yasin pada malam Jum’at sebagai bid’ah yang haram.
6. Mengatakan bahwa sedekah atau pahala tidak sampai kepada orang yang telah wafat.
7. Mengganggap penggunaan tasbih adalah bid’ah.
8. Mengganggap zikir dengan bilangan tertentu seperti 1000 (seribu), 10,000 (sepuluh ribu), dll sebagai bid’ah.
9. Menolak amalan ruqiyyah syar’iyah dalam pengobatan Islam seperti wafa‟, azimat, dll.
10. Menolak dzikir isim mufrad: Allah Allah.
11. Melihat bacaan Yasin pada malam nisfu Sya’ban sebagai bid’ah yang haram.
12. Sering menafikan dan memperselisihkan keistimewaan bulan Rajab dan Sya’ban.
13. Sering mengkritik keutamaan malam Nisfu Sya’ban.
14. Mengangkat tangan sewaktu berdoa’ adalah bid’ah.
15. Mempermasalahkan kedudukan shalat sunat tasbih.

*HAL PENGURUSAN*
*JENAZAH DAN KUBUR*

1. Menganggap amalan menziarahi maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para anbiya’, awliya’, ulama’ dan sholihin sebagai bid’ah dan shalat tidak boleh dijama’ atau qasar dalam ziarah seperti ini.
2. Mengharamkan wanita menziarahi kubur.
3. Menganggap talqin sebagai bid’ah.
4. Mengganggap amalan tahlil dan bacaan Yasin bagi kenduri arwah sebagai bid’ah yang haram.
5. Tidak membaca do’a selepas shalat jenazah.
6. Sebagian ulama’ mereka menyeru agar Maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikeluarkan dari masjid nabawi atas alasan menjauhkan umat Islam dari syirik
7. Menganggap kubur yang bersebelahan dengan masjid adalah bid’ah yang haram
8. Do’a dan bacaan al-Quran di perkuburan dianggap sebagai bid’ah.

*HAL MUNAKAHAT*

1. Talak tiga (3) dalam satu majlis adalah talak satu (1)

*HAL MAJLIS SAMBUTAN BERAMAI-RAMAI*

1. Menolak peringatan Maulid Nabi; bahkan menyamakan sambutan Mawlid Nabi dengan perayaan kristen bagi Nabi Isa as.
2. Menolak amalan marhaban para habaib
3. Menolak amalan barzanji.
4. Berdiri ketika bacaan maulid adalah bid’ah
5. Menolak peringatan Isra’ Mi’raj, dll.

*HAL HAJI DAN UMRAH*

1. Mencoba untuk memindahkan “Maqam Ibrahim as.” namun usaha tersebut telah digagalkan oleh al-Marhum Sheikh Mutawalli Sha’rawi saat beliau menemuhi Raja Faisal ketika itu.
2. Menghilangkan tanda telaga zam-zam
3. Mengubah tempat sa’i di antara Sofa dan Marwah yang mendapat tentangan ulama’ Islam dari seluruh dunia

*HAL PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN*

1. Maraknya para professional yang bertitle LC menjadi “ustadz-ustadz‟ mereka (di Indonesia)
2. Ulama-ulama yang sering menjadi rujukan mereka adalah:
a. Ibnu Taymiyyah al-Harrani
b. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
c. Muhammad bin Abdul Wahhab
d. Sheihk Abdul Aziz bin Baz
e. Nasiruddin al-Albani
f. Sheikh Sholeh al-Utsaimin
g. Sheikh Sholeh al-Fawzan
h. Adz-Dzahabi dll.
3. Sering mendakwahkan untuk kembali kepada al-Qura’an dan Hadits (tanpa menyebut para ulama’, sedangkan al-Qura’n dan Hadits sampai kepada umat Islam melalui para ulama’ dan para ulama’ juga lah yang memelihara dan menjabarkan kandungan al-Qur’an dan Hadits untuk umat ini)
4. Sering mengkritik Imam al-Ghazali dan kitab “Ihya’ Ulumuddin”

*HAL PENGKHIANATAN MEREKA KEPADA UMAT ISLAM*

1. Bersekutu dengan Inggris dalam menjatuhkan kerajaan Islam Turki Utsmaniyyah
2. Melakukan perubahan kepada kitab-kitab ulama’ yang tidak sehaluan dengan mereka
3. Banyak ulama’ dan umat Islam dibunuh sewaktu kebangkitan mereka di timur tengah
4. Memusnahkan sebagian besar peninggalan sejarah Islam seperti tempat lahir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meratakan maqam al-Baqi’ dan al-Ma’la [makam para isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Baqi’, Madinah dan Ma’la, Mekah], tempat lahir Sayyiduna Abu Bakar dll, dengan hujjah tempat tersebut bisa membawa kepada syirik.
5. Di Indonesia, sebagian mereka dalu dikenali sebagai Kaum Muda atau Mudah [karena hukum fiqh mereka yang mudah, ia merupakan bentuk ketaatan bercampur dengan kehendak hawa nafsu].

*HAL TASAWWUF DAN THARIQAT*

1. Sering mengkritik aliran Sufisme dan kitab-kitab sufi yang mu’tabar
2. Sufiyyah dianggap sebagai kesamaan dengan ajaran Budha dan Nasrani
3. Tidak dapat membedakan antara amalan sufi yang benar dan amalan bathiniyyah yang sesat.

🛑❗🛑❗🛑❗🛑
*Inilah kejahatan dan kesesatan aliran Salafi Wahabi yakni ajaran yang dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at-Tamimi an-Najdi :*

1. *Allah bersemayam di atas ‘arsy seperti akidahnya kaum Yahudi..*
2. Golongan yang *beriman kepada setengah ayat Al-Qur’an dan kafir dengan setengah ayat Al-Quran yang lain..*
3. Golongan yang *menolak Takwil pada setengah ayat, dan membolehkan Takwil pada setengah ayat yang lain berdasarkan mengikuti hawa nafsu mereka..*
4. Golongan yang *menafikan Kenabian Nabi Adam A.S..*
5. Golongan yang *menyatakan bahwa Alam ini Qidam/Maha Dahulu (Rujuk pandangan ibn Taimiyyah)..*
6. Golongan yang *mengkafirkan Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan para pengikutnya..*
7. Golongan yang *mengkafirkan Sultan Sholahuddin Al-Ayyubi dan Sultan Muhammad Al-Fateh..*
8. Golongan yang *mengkafirkan Imam An-Nawazwi dan Seluruh Ulama Islam yang menjadi para pengikutnya (Asy’ariyah dan Maturidiyah)...*
9. Golongan yang *mendhoifkan hadits-hadits shohih dan menshohihkan hadis-hadis dhoif (lihat penulisan Albani)..*
10. Golongan yang tidak *mempelajari ilmu dari Guru atau Syeikh, hanya copy paste dan membaca dari buku-buku dan sebagainya...*
11. Golongan yang *mengharamkan bermusafir ke Madinah dengan niat ziarah Nabi Muhammad SAW..*
12. Golongan yang *membunuh Ummat Islam beramai-ramai di Mekah, Madinah, dan beberapa kawasan di tanah Hijaz (lihat tarikh an-Najdi)...*
13. Golongan yang *meminta bantuan Askar dan Senjata pihak Britain (yang bertapak di tempat Kuwait pada ketika ini) ketika kalah dalam perang ketika mereka ingin menjajah Mekkah dan Madinah...*
14. Golongan yang *menghancurkan turath (sejarah peninggalan) Ummat Islam di Mekkah dan Madinah. (lihat kawasan pekuburan Jannatul Baqi, Bukit Uhud dan sebagainya)...*
15.  Golongan yang *membenci kaum ahlul bait...*
16. Golongan yang *bertentangan dengan Ijma para Shohabat, Tabiin, Salaf, Khalaf dan seluruh Ulama ASWAJA..*
17. Golongan yang *mendakwa akal tidak boleh digunakan dalam dalil syara’, dengan menolak fungsi akal (ayat-ayat Al-Quran menyarankan menggunakan akal)..*
18. Golongan yang *mengejar syuhrah (pangkat, nama, promosi, kemasyhuran) dengan menggunakan pemahaman mereka yang salah terhadap Al-Qura’n dan As-Sunnah...*
19.  Golongan yang *mendhoifkan hadis solat tarawih 20 rakaat. (Albani)*
20.  Golongan yang *mengharamkan menggunakan Tasbih. (Albani)*
21. Golongan yang *mengharamkan berpuasa pada hari sabtu walaupun hari Arafah jatuh pada hari tersebut. (Albani)*
22.  Golongan yang *melecehkan Imam Abu Hanifah R.A. (Albani)*
23. Golongan yang *mendakwa Allah memenuhi alam ini dan menghina Allah dengan meletakkan anggota pada Allah SWT..*
24. Golongan yang *mendakwa Nabi Muhammad SAW tidak hayyan (hidup) di kuburan beliau. (Albani)*
25. Golongan yang *melarang membaca Sayyidina dan menganggap perbuatan itu bid'ah dholalah/sesat.*
26. Golongan yang *mengingkari membaca Al-Quran dan membaca talqin pada orang yang meninggal...*
27.  Golongan yang *melarang membaca shalawat selepas adzan. (Albani)*
28. Golongan yang *mengatakan Syurga dan Neraka ini fana (tidak akan kekal). (ibn Taimiyyah)*
29. Golongan yang *mengatakan lafadz talaq tiga tidak jatuh, jika aku talaq kamu dengan talaq tiga. (ibn Taimiyyah).*
30. Golongan yang *mengisbatkan (menyatakan/menetapkan) tempat bagi Allah. (Ibn Taimiyyah)*
31. Golongan yang *menggunakan uang ringgit untuk menggerakkan ajaran sesat mereka, membuat tadlis (penipuan dan pengubahan) di dalam kitab-kitab ulama yang tidak sependapat dengan mereka...*
32. Golongan yang *mengkafirkan orang Islam yang menetap di Palestine sekarang ini. (Albani)*
33.  Golongan yang *membid’ahkan seluruh ummat Islam...*
34. Golongan yang *menghukumi syirik terhadap amalan ummat Islam yang tidak sepaham dengan mereka...*
35. Golongan yang *membawa ajaran tauhid dan tidak pernah belajar ilmu tauhid. (Ibn Taimiyyah)*
36. Golongan yang *mengatakan bahwa Abu Jahal dan Abu Lahab juga mempunyai tauhid, tidak pernah Nabi Muhammad SAW mengajar begini atau pun para Shohabah R.A. (Muhammad Abdul Wahab)*
37. Golongan yang *membolehkan memakai lambang salib hanya semata-mata untuk mujamalah/urusan resmi kerajaan, dan hukumnya tidak kufur. (Bin Baz)*
38.  Golongan yang *membiayai kewangan Askar Kaum Kuffar untuk membunuh Ummat Islam dan melindungi negara mereka. (kerajaan Wahhabi Saudi)*
39.  Golongan yang *memberi Syarikat-syarikat Yahudi memasuki Tanah Haram. (Kerajaan Wahhabi Saudi)*
40.  Golongan yang *memecah-belah Ummat Islam dan institusi kekeluargaan.*
41.  Golongan yang *mengharamkan Maulid dan bacaan-bacaan barzanji, marhaban...*
42.  Golongan yang *menghalalkan bom bunuh diri atas nama jihad walaupun orang awam kafir yang tidak bersenjata mati. (selain di Palastine)*
43. Golongan yang *menghalalkan darah Ahlus Sunnah Wal Jamaah Asy’ariyah dan Maturidiyah. Lihat di Lubnan, Chechnya, Algeria, dan beberapa negara yang lain...*
44.  Golongan yang *menimbulkan fitnah terhadap Ummat Islam dan menjelek-jelekkan nama baik Islam..*
45.  Golongan yang *membuat kekacauan di Fathani, Thailand...*
46.  Golongan yang *sesat menyesatkan rakyat Malaysia...*
47.  Golongan yang *meninggalkan ajaran dan ilmu-ilmu Ulama* ASWAJA yang muktabar.
48.  Golongan yang *meninggalkan methodologi ilmu ASWAJA...*
49.  Golongan yang *minoritas dalam dunia, malah baru berumur setahun jagung...*
50.  Golongan yang *menuduh orang lain dengan tujuan melarikan diri atau menyembunyikan kesesatan mereka...*
51.  Golongan yang *jahil, tidak habis mempelajari ilmu-ilmu Agama, tetapi ingin membuat fatwa sesuka hati...*
52.  Golongan yang *melarang bertaqlid, tetapi mereka lebih bertaqlid kepada mazhab sesat mereka...*
53.  Golongan yang *secara dzahirnya berjubah, berkopiah, singkat jubah, janggut panjang, tetapi berlewat, tidak menghormati ulama, mengutuk para Alim Ulama dan tidak amanah dengan ilmu dan agama Islam...*
54.  Golongan yang *tidak hujjah dalam ajaran mereka...*
55. Golongan yang *membawa ajaran sesat Ibn Taimiyyah/Muhamad Ibn Abd Wahab..;*

❗🛑❗🛑❗🛑
*kedua-dua individu ini telah dicemooh, ditentang, dijawab dan dikafirkan oleh Jumhur Ulama ASWAJA atas dasar AQIDAH mereka yang sesat...*

Wallahu a’lam bish-Showab wal hadi ila sabilil haq.